News . 07/04/2020, 01:15 WIB
JAKARTA - Defisit pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 diprediksi menembus angka Rp853 triliun (5,07 persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB) akibat wabah Virus Corona (Covid-19).
Prediksi tersebut didasarkan pada penerimaan negara pada tahun ini yang diproyeksikan akan mengalami penurunan sebesar 10 persen yaitu Rp1.760,9 triliun atau hanya 78,9 persen dari target APBN 2020 Rp2.233,2 triliun. Dampak defisit pun memberika kekhawatiran, apakah pemerintah mampu membayar Tunjangan Hari Raya (THR) maupun gaji-13.
Jika terjadi peniadaan THR dan gaji-13, kondisi ini akibat penurunan penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan yang diperkirakan mengalami kontraksi hingga 5,4 persen. Angka ini muncu karena munculnya perang harga minyak dan pemberian insentif bagi dunia usaha yang terdampak pandemi Covid-19.
”Untuk angka defisit diperkirakan 5,07 persen dari PDB atau meningkat dari Rp307 triliun menjadi Rp853 triliun,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI secara daring di Jakarta, Senin (6/4).
Pertimbangan itu dibutuhkan karena penerimaan diprediksikan mengalami penurunan sebesar 10 persen yaitu Rp1.760,9 triliun atau hanya 78,9 persen dari target APBN 2020 Rp2.233,2 triliun. Penerimaan negara turun di antaranya karena pemerintah menggelontorkan berbagai stimulus untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Indonesia. ”Bapak Presiden dan sidang kabinet masih akan melaksanakan beberapa langkah-langkah seperti tambahan bantuan sosial atau penghematan belanja,” ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, belanja negara meningkat hingga Rp2.613,8 dari sebelumnya Rp2.504,4 triliun untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka meningkatkan kesiapan pada sektor kesehatan dan memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat terdampak Covid-19. ”Juga kebutuhan untuk melindungi dunia usaha baik dalam bentuk pajak dan tambahan relaksasi,” ujarnya.
Sri Mulyani menyatakan dengan perkiraan belanja negara yang melebihi postur APBN 2020 maka untuk defisit diproyeksikan sebesar 5,07 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau meningkat dari Rp307 triliun menjadi Rp853 triliun pada tahun ini.
Oleh sebab itu, pemerintah berupaya menghemat belanja negara sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 yang meminta seluruh kementerian, lembaga dan pemerintah daerah untuk melakukan realokasi anggaran. ”Ini masih di dalam proses untuk terus kami melakukan penyempurnaan. Bapak presiden menyampaikan instruksi untuk meningkatkan belanja kesehatan dan bansos serta mendukung dunia usaha,” kata Sri Mulyani.
Kemudian, penurunan penerimaan negara juga berasal dari bea dan cukai yang diperkirakan turut mengalami kontraksi 2,2 persen akibat pemberian stimulus pembebasan bea masuk untuk 19 industri. ”PNBP diperkirakan juga turun 26,5 persen karena harga ICP dalam APBN menggunakan asumsi 63 dolar AS sekarang harganya di bawah 30 dolar AS. SDA non migas juga mengalami penurunan karena harga batubara turun,” paparnya.
Ia menyebutkan untuk nilai pembiayaan pada 2020 akan sangat meningkat yaitu mencapai Rp545,7 triliun yang berasal dari pembiayaan utang Rp654,5 triliun dan pembiayaan non utang sebesar Rp108,9 triliun. ”Pembiayaan ini akan kami upayakan mendapatkan financing dari berbagai sumber yang paling aman dulu dan tingkat biaya yang paling kecil,” ujarnya.
Sementara itu, belanja negara meningkat hingga Rp2.613,8 dari sebelumnya Rp2.504,4 triliun untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka meningkatkan kesiapan pada sektor kesehatan dan memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat terdampak Covid-19. ”Untuk kebutuhan untuk melindungi dunia usaha baik dalam bentuk pajak dan tambahan relaksasi,” terangnya.
Menkeu merinci sektor usaha yang justru berpotensi meraup untung dalam jangka pendek yakni industri tekstil dan produk tekstil yang berpeluang melakukan diversifikasi produk seperti Alat Pelindung Diri (APD) dan masker. Kemudian kimia, farmasi dan alat kesehatan yang menyokong kebutuhan primer dalam penanganan Covid-19 khususnya dalam peningkatan untuk kebersihan dan kebutuhan vitamin. Sektor ketiga yakni makanan dan minuman yang berpeluang tumbuh, karena menjadi kebutuhan primer masyarakat khususnya ekspansi layanan pesan antar.
Selain itu elektronik sebagai sumber hiburan baru yang dapat dilakukan tanpa keluar rumah. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menambahkan sektor jasa telekomunikasi juga melonjak karena kebijakan bekerja dan belajar dari rumah. Sektor lain yang tidak ketinggalan adalah jasa logistik karena meningkatnya layanan pengiriman seiring adanya kebijakan jaga jarak fisik. Namun, wabah virus Corona ini juga membuat sejumlah sektor mengalami dampak negatif di antaranya sektor pariwisata yang kena imbas paling dalam, konstruksi, transportasi darat, laut dan udara, dan pertambangan.
Di luar apa yang disampaikan Menkeu, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengusulkan pemerintah membuat Tim Gugus Tugas Ekonomi dalam rangka menghadapi dampak Virus Corona. ”Secara umum saya melihat kita berada pada jalur yang tepat. Kita apresiasi langkah pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), kebijakan yang bagus,” kata Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI Bagas Adhadirgha dalam keterangan tertulisnya.
Menurut dia, pembentukan Gugus Tugas Ekonomi ini cukup dibutuhkan agar pemerintah bisa sukses menjalankan kebijakannya, khususnya di bidang ekonomi. ”Kami yakin tidak ada yang tahu sampai kapan pandemi Covid-19 ini akan berakhir. Tim Gugus Tugas Ekonomi ini hadir untuk mengawasi dan membantu pemerintah dalam melawan dan mengakhiri Covid-19. Harus ada kolaborasi antara doa dan kerja keras semua lembaga negara,” katanya.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com