JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengendus gelagat tidak beres terhadap kemampuan perbankan dari sisi modal dan finansial setelah digerus wabah Virus Corona (Covid-19). Bahkan, OJK menyatakan siap untuk melakukan merger (Penggabungan) lebih awal jika kondisi itu terjadi.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyebut, mergern ini berlaku untuk bank atau lembaga jasa keuangan yang mengalami masalah sistemik. ”Ya sejak awal kami sudah siap. Dan berharap memiliki kewenangan lebih untuk melakukan merger bank. Tapi tolong dicatat ya, ini jika diperlukan. Mudah-mudahan saja tidak,” terang Wimboh Santoso lewat telekonfrens yang berlangsung di Jakarta, Rabu (1/4).
Sayang, Wimboh enggan menyebutkan, satu per satu bank yang terdampak sistemik akibat wabah yang menjangkit 199 negara itu. ”Ini antisipasi saja. Nah, kalau sampai harus masuk pengawasan intensif, ini perlu sembilan bulan. Jelas itu terlalu lama, dalam kondisi darurat. OJK jelas ingin cepat. Kami akan betul-betul melakukan due diligence ketat kepada individual bank dan sudah mulai kami lakukan agar tidak terjadi moral hazard,” timpal Wimboh.
BACA JUGA: Jumlah Positif Corona di RI 1 April: 1677 Orang dan 157 Meninggal
Menurut dia, dalam kondisi normal dengan asumsi tidak ada bencana seperti wabah Virus Corona ini, dalam waktu sembilan bulan pemegang saham masih ada hak untuk mencari penanam modal. Namun, dalam kondisi darurat Covid-19 ini waktu sembilan bulan akan menjadi berlarut-larut sehingga membuat kepercayaan masyarakat semakin menurun.Sejalan dengan penegasan OJK, Bank Indonesia mencatat aliran modal asing keluar dari Indonesia selama wabah COVID-19 yakni periode 20 Januari hingga 30 Maret 2020 mencapai Rp167,9 triliun karena didorong kepanikan investor global.
”Pembalikan modal atau capital outflow ini yang menyebabkan nilai tukar rupiah melemah didorong kepanikan global akibat cepatnya Covid-19 mewabah,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi video bersama Menko Perekonomian, Menkeu, OJK dan LPS di Jakarta, Rabu (1/4).
Menurut dia, aliran modal asing keluar dari portofolio investasi di Indonesia itu sebagian besar didominasi pelepasan surat berharga negara (SBN) mencapai Rp153,4 triliun dan saham mencapai Rp13,4 triliun. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, bank sentral ini sebelumnya memutuskan menurunkan tingkat suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate menjadi 4,5 persen untuk memberikan keringanan kepada dunia usaha.
Selain itu, lanjut dia, BI juga melakukan tiga intervensi baik di pasar spot, domestic non-deliverable forward atau DNDF dan pembelian SBN di pasar sekunder. Untuk pembelian SBN di pasar sekunder, BI membeli SBN senilai Rp166 triliun.
Kemudian, BI menurunkan giro wajib minimum (GWM) untuk valas dari delapan persen menjadi empat persen sehingga menambah likuiditas mencapai sekitar 3,2 milair dolar AS. Bank sentral ini juga menurunkan GWM rupiah 50 basis poin dengan tambahan likuiditas sekitar Rp22 triliun dan ditambah awal tahun yang sudah dikendorkan mencapai 100 basis poin sehingga menambah likuiditas Rp50 triliun.
BACA JUGA: Diduga Frustasi, Ditemukan Gantung Diri di Garasi Rumah
Total, lanjut dia, Bank Indonesia sudah melakukan injeksi ke pasar keuangan dan perbankan mencapai Rp300 triliun. Dengan upaya itu, ia yakin rupiah akan stabil begitu juga pasar saham yang sebelumnya sempat memerah kini diklaim hijau kembali. ”Kami juga koordinasi dengan OJK bagaimana menjaga pasar saham. Sejak seminggu terakhir rupiah stabil, pasar saham hijau, dan kondisi stabilitas ini perlu kita jaga,” katanya.Presiden Joko Widodo sebelumnya menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Dalam Perppu itu salah satunya memberikan kewenangan kepada OJK melakukan merger lebih cepat jika ada bank atau lembaga jasa keuangan yang bermasalah karena dampak Covid-19 yang membahayakan perekonomian nasional dan atau stabilitas sistem keuangan.
Pasal 23 dalam Perppu itu menyebutkan dalam penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan, OJK diberi kewenangan untuk memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan atau konversi yang ketentuan lebih lanjut terkait hal itu akan diatur dalam Peraturan OJK. Dengan adanya Perppu, maka akan menjadi kerangka hukum yang kuat bagi regulator itu mengantisipasi permasalahan yang membelit sektor jasa keuangan akibat Virus Corona. (dim/fin/ful)