News . 12/03/2020, 03:52 WIB
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong industri farmasi di dalam negeri agar semakin meningkatan kegiatan risetnya, sehingga dapat menghasilkan inovasi produk yang berdaya saing tinggi. Langkah ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan permintaan ekspor.
”Kami ingin memperkuat struktur industri farmasi di dalam negeri. Salah satunya melalui kegiatan riset, seperti untuk pengembangan obat herbal,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ketika melakukan kunjungan kerja di PT Dexa Laboratories of Biomolecular Science, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (11/3).
Menperin memberikan apresiasi kepada Dexa Group selaku perusahaan farmasi terkemuka di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1969 ini mampu menyediakan berbagai produk farmasi yang berkualitas. Produk-produk Dexa Group tidak hanya untuk konsumen lokal, tetapi juga telah diekspor ke berbagai negara di empat benua, yakni Afrika, Asia, Amerika, dan Eropa.
Agus menambahkan, pihaknya bertekad untuk terus menumbuhkan sektor industri farmasi di tanah air dengan memperluas akses pasar dan meningkatkan utilisasinya. “Kami berharap produk-produk industri farmasi kita bisa terserap optimal di dalam negeri, seperti melalui program Jaminan Kesehatan Nasional. Ini salah satu yang perlu diakselerasi,” imbuhnya.
Kemudian, Kemenperin turut mendorong upaya industri farmasi agar dapat mengurangi impor bahan baku dan menghasilkan substitusinya. Selanjutnya, Menteri AGK mendukung untuk sosialisasi mengenai Obat Modern Asli Indonesia (OMAI).
Mengenai langkah substitusi bahan baku impor farmasi, Dexa Group sebagai perusahaan nasional telah mengupayakan kemandirian bahan baku farmasi melalui OMAI sejak tahun 2005. OMAI merupakan obat-obatan yang bahan bakunya berasal dari alam Indonesia, sehingga mudah didapatkan dan tidak tergantung dengan impor.
Selain itu, menurut Ferry, dorongan pemerintah terhadap penggunaan produk hilirisasi hasil riset dalam negeri seperti OMAI ke dalam fasilitas kesehatan nasional juga perlu dipercepat untuk memberikan kepastian pasar bagi industri. “Industri perlu kepastian pasar untuk meningkatkan produksi dan mengembangkan produk obat lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan masyarakat,” tandasnya.
Sementara itu, Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Raymond Tjandrawinata mengemukakan, Dexa Group berkomitmen melakukan kegiatan riset di tingkat hulu dengan mengembangkan sediaan farmasi dan memproduksi Active Pharmaceutical Ingredients (API) yang berasal dari makhluk hidup. Di tingkat hilir, inovasi pengembangan dari DLBS ini menghasilkan empat produk Fitofarmaka di Indonesia dan sejumlah produk obat herbal terstandar.
Lebih lanjut, Raymond menjelaskan, industri memerlukan stimulus dari pemerintah untuk mendorong pengembangan produksi bahan baku dalam negeri baik di tingkat hulu maupun hilirnya. ”Industri farmasi harus mendapat dukungan untuk pengembangan bahan baku dalam negeri sebagai produk substitusi impor,” terangnya.
Selain Inlacin, produk Fitofarmaka lainnya adalah Redacid berbahan baku kayu manis yang bermanfaat untuk mengatasi gangguan lambung, kemudian Disolf berbahan baku cacing tanah yang bermanfaat untuk memperlancar peredaran darah, dan Stimuno yang merupakan produk imunomodulator atau peningkat imun berbahan baku meniran.
Di sisi lain, Kemenperin juga terus memacu pengembangan industri farmasi di tanah air agar mampu berdaya saing hingga kancah global. Adapun langkah strategis yang perlu dijalankan, antara lain adalah mendorong masuknya investasi untuk memperkuat struktur manufaktur dalam negeri dan menghasilkan produk substitusi impor.
Pada kesempatan yang sama, Menperin memberikan apresiasi kepada PT. Kalbio Global Medika (KGM), salah satu anak perusahaan PT. Kalbe Farma Tbk yang fokus pada pembuatan produk-produk biologi, mulai dari pembuatan bahan baku obat sampai produk jadi. ”Kami apresiasi KGM mampu memenuhi standar kualitas yang berlaku baik lokal maupun internasional sehingga menghasilkan produk berkualitas untuk pasar lokal maupun diekspor ke berbagai negara,” tuturnya.
Bahkan, KGM adalah pabrik produk biologi yang mempunyai sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan saat ini fokus menggunakan sel mamalia sebagai sel benih (cell bank). Pemerintah telah mencanangkan program akselerasi pengembangan sektor strategis tersebut melalui penerbitan Paket Ekonomi Kebijakan XI yang dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan (Alkes).
”Tujuan Inpres ini adalah menciptakan kemandirian industri farmasi dan alkes nasional, sehingga masyarakat memperoleh obat dengan mudah, terjangkau, dan berkesinambungan,” tutur Agus.
Oleh karena itu, guna menciptakan tujuan tersebut, diperlukan iklim usaha yang kondusif, ketersediaan bahan baku dan penguasaan teknologi. Hingga saat ini, kekuatan industri farmasi di dalam negeri, didukung sebanyak 206 perusahaan, yang didominasi 178 perusahaan swasta nasional, kemudian 24 perusahaan Multi National Company (MNC), dan empat perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). ”Suplai produk farmasi di pasar domestik, mampu dipenuhi oleh produksi lokal sebesar 76%,” ungkap Agus.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com