Atau jangan-jangan Mahfud MD yang hebat: sebagai hakim konstitusi Mahfud berani bikin putusan itu. "Pak Mahfud sih bilangnya begitu," ujar Sholeh, merendah.
Atau, Madura-lah yang hebat --dua-duanya orang Madura.
Meski gagal jadi caleg PDI-Perjuangan Sholeh terus melakukan advokasi untuk 'wong cilik'. Mulai dari tukang parkir, kaki lima sampai beca motor.
Di kalangan itu, di Surabaya nama Sholeh sangat populer. Itu jadi modal langkah politik berikutnya: nyaleg lagi. Di pemilihan legislatif 2014 lalu.
Kali ini lewat Partai Gerindra.
Sial.
Di sini pun ia mendapat nomor bawah.
Tidak terpilih.
Ia berhasil ikut menumbangkan pemerintahan yang begitu kuat tapi tidak berhasil mengangkat dirinya sendiri.
Itu tidak menyurutkan perjuangannya membela 'wong cilik' di Surabaya.
Toh masih ada peluang lain: Pilkada. Sholeh pun berniat menjadi calon wali kota Surabaya.
Lewat partai apa?
Tidak lewat partai apa pun. Ia mencalonkan diri melalui jalur independen. Berarti perlu banyak dukungan KTP.
Untuk Surabaya calon independen harus didukung minimal 138.500 warga kota yang sudah punya hak pilih.
Tidak masalah baginya. Sholeh punya jaringan untuk kumpul-kumpul KTP. Yang ia sewotkan adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya.