Calon Blusukan Paling Disukai Publik

fin.co.id - 24/02/2020, 13:15 WIB

Calon Blusukan Paling Disukai Publik

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

Beban tersebut muncul dari kebutuhan partai dan ekspektasi masyarakat. ”Hal ini menjadi aneh, Pilkada dengan biaya yang besar hanya untuk memenjarakan para kepala daerah yang baru dilantik. Hal ini tidak seimbang dengan biaya pilkada yang telah dikeluarkan. Coba saja Anda hitung. Ini catatan eksaminasi saya,” terang.

Yusdiyanto pun memberikan contoh berulangnya Operasi Tangkap Tangan (OOT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi di Lampung. ”Dapat dipastikan perilaku korupsi yang serupa itu terjadi di 15 kab/kota di Lampung dan merembet ke daerah lain. Rata-rata yang ditangkap oleh KPK merupakan orang-orang terpilih dan telah melalui uji publik. Baik secara kompetensi, integritas dan berpendidikan yang lebih baik. Hal ini diduga dari efek dari modal pilkada yang besar,” terangnya.

Dari catatan yang ada isu Pilkada yang kerap muncul lebih disebabkan karena beberapa hal. Dari multi tafsir atas UU dan peraturan pilkada/pemilu, sengketa gugatan PTUN atas peraturan Pilkada sampai SDM penyelenggara yang kurang kompeten. Kompleksnya tiga hal tersebu makin diperparah dengan ketergantungan kredibilitas dan indepedensi penyelenggara, belum lagi permasalahan di perbatasan, pedalaman, kepulauan dan mobilisasi pemilih.

”Problem lain yang akan muncul, rendahnya partisipasi masyarakat, soal kampanye dari masa tenang dan pemungutan suara hingga penetapan calon terpilih. Dan pastinya publik akan disuguhkan dengan persoalan sengketa dari administrasi, pidana, mahkamah konstitusi,” terang doktor jebolan Universitas Padjajaran itu.

Persoalan akan kembali muncul dengan kosep pendistribusian logistik yang selama ini tidak terencana dan terukur termasuk terganggunya pendistribusian akibat kerawanan dan sulitnya kondisi geografis. ”Jika boleh saran, pemerintah (DPR dan Presiden. Red) harus segera merevisi Undang-Undang Pilkada. Karena secara Umum UU Pilkada tersebut hanya meletakkan pada demokrasi prosedural dengan mengabaikan demokrasi subtansial,” paparnya. (fin/ful)

Admin
Penulis