JAKARTA
- Selama 2019 Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) telah menerbitkan ribuan surat keputusan pendirian perseroan. Sayangnya, kelonggaran yang diberikan tidak diberengi dengan perlindungan hukum bagi perusahaan yang telah berinvestasi di daerah. Kasus ini terjadi di Provinsi Bengkulu.
”Pengusahan, kerap ketakutan dalam menamkan investasi di daerah. Kriminalisasi, seperti momok yang terus menghantui. Anda bisa bayangkan, secara jelas norma aturan sudah dipakai, tapi aparat hukum juga kerap menggunakan kekuataannya untuk melumpuhkan perusahaan dalam berinvestasi. Kasus ini menimpa klien kami Ajas selaku Direktur PT. Andalanutama Dinamis Karya, sampai ditetapkan sebagai tersangka,” ungkap Robinson Pakpahan, SH dari Law Firm SAC and Partner kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Sabtu (4/1/2020).
Baca juga: Pengacara Sebut Pernyataan Humas Polda Bengkulu Lucu!
Dalam penanganan perkara, Law Firm SAC and Partner menduga, terjadi manuver hukum di luar batas yang diduga dilakukan aparat kepolisian. Sebuah perusahaan yang secara jelas membeli lahan dengan metode yang perjanjian, dilengkapi dengan akta notaris, terimbas dengan kepentingan tertentu.
”PT. Andalanutama Dinamis Karya dituding telah menanam dan memanen sawit di lahan ilegal. Dengan alasan, tidak memiliki izin sesuai dengan Pasal 107 huruf d atau pasal 105 UU RI Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan,” ungkapnya.
Polisi, sambung dia, tidak lagi melihat kronologi dari proses pengalihan lahan maupun jual beli yang mendasarinya. ”Secara legal, secara sah PT. Andalanutama Dinamis Karya mendapatkan lahan dari hasil jual beli dari PT. Beringin Sakti Segara Mas Pada tanggal 14 April 2015 . Tiba-tiba Direkturnya ditetapkan sebagai tersangka pada 29 Desember,” paparnya.
https://www.youtube.com/watch?v=hJjQ7CR1xNU
Sangat tidak relevan, sambung Robinson, jika Polisi mengklaim ada pelanggaran hukum. Nyata-nyata, PT. Andalanutama Dinamis Karya telah mengantongi izin. Secara PT. Beringin Sakti Segara Mas dalam hal ini diwakili oleh Muhammad Yunus telah menjual Lahan Perkebunan kepada PT. Andalanutama Dinamis Karya seluas 25 hektare.
Kemudian, pada 15 April 2015 PT. Beringin Sakti Segara Mas telah menjual kembali lahan perkebunan kepada PT. Andalanutama Dinamis Karya seluas 65 hektare atau total seluas 90 hektare. ”Bahwa ternyata lahan yang dijual cuma ada atau diperkirakan hanya seluas 65 hektare, yang oleh karenanya sesuai dengan perjanjian lisan, jika tanah yang diukur tidak sesuai maka yang dibayar adalah tanah yang ada saja,” papar Robinson.
Dan ternyata, Muhammad Yunus tidak melakukan pengukuran justru, melakukan gugatan pembatalan jual-beli ke Pengadilan Negeri Arga Makmur guna melakukan pembatalan jual-beli lahan perkebunan. Akhirnya, proses sidang pun terjadi. Tepat pada 12 November 2018 Putusan Perkara Perdata Nomor:06/Pdt.G/2018/PN. Agm.
Pegadilan Negeri Arga Makmur menyatakan jika Gugatan Muhammad Yunus dikabulkan sebagian dan menyatakan PT. Andalanutama Dinamis Karya telah melakukan Wanprestasi dan dihukum membayar sisa transaksi. ”Baik Pengadilan Negeri Agra Makmur dan Pengadilan Tinggi setempat menolak pembatalan surat perjanjian surat tersebut. Tolong digarisbawahi, perjanjian sah dan tidak dibatalkan,” tegasnya.
Nah, setelah ada putusan dari PN Arga Makmur, pada 8 Oktober 2019. Aparat Polda Bengkulu, mengundang Direktur Utama PT. Andalanutama Dinamis Karya guna didengar keterangan. Yang menarik perusahana tersebut dituding melanggar Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 Tentang Perkebunan. Sebagaimana Surat Permintaan Keterangan Dan Dokumen Nomor: K/1034/X/2019/Dit Reskrimsus Tanggal 08 Oktober 2019.