Ambang Batas Parlemen Naik Berapa?

Ambang Batas Parlemen Naik Berapa?

JAKARTA - Ambang batas parlemen atau Parlementary Treshold (PT) pada Pemilu 2024 mendatang diwacanakan naik. Kenaikan ini bertujuan untuk menyederhanakan jumlah partai politik (parpol) di parlemen. Ada yang mengusulkan 5 persen. Tapi ada pula yang berani 6 sampai 7 persen. Pada Pemili 2019 lalu, ambang batas ditetapkan 4 persen. Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan akan mengusulkan kepada Partai Golkar agar PT pada Pemilu 2024 sebesar 7 persen. Menurutnya, sudah seharusnya dari waktu ke waktu ambang batas parlemen ditingkatkan. Dia meyakini apabila PT ditingkatkan, tidak akan membuat suara rakyat hangus dalam Pemilu. "Kalau PT 0 persen, akan ada puluhan parpol di parlemen. Ini tidak akan efektif mencapai suatu keputusan," ujar Bamsoet di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1), kemarin. Sementara partai penguasa yakni PDIP telah memutuskan untuk mengusulkan ambang batas sebesar 5 persen. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan partainya memperjuangan perubahan UU Pemilu untuk mengembalikan Pemilu Indonesia kembali menggunakan sistem proporsional daftar tertutup. PDIP ingin meningkatkan ambang batas dari 4 persen menjadi 5 persen. Selain itu, PDIP juga ingin ada PT secara berjenjang di DPRD provinsi dan kabupaten/kota. "Untuk DPR RI 5 persen, DPRD Provinsi 4 persen dan DPRD Kabupaten/Kota 3 persen," kata Hasto. Sementara itu, Wakil Ketua F-PAN DPR Saleh Partaonan Daulay menolak wacana kenaikan ambang batas parlemen. Dia menilai kenaikan tersebut hanya untuk kepentingan politik partai tertentu saja. "Saya melihat agenda peningkatan ambang batas tidak sesuai dengan semangat keragaman dan kebersamaan," ucap Daulay di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1). Menurutnya, menaikkan ambang batas adalah kemunduran bagi demokrasi Indonesia. "Sama saja kembali ke era orde baru. Dimana hanya tiga partai politik yang diperbolehkan ikut pemilu. Ini adalah potret kemunduran demokrasi," imbuhnya. Dikatakan, parpol di Indonesia beragam. Karena itu, tidak bisa diseragamkan pada dua atau tiga parpol saja. Dia mengusulkan ambang batas parlemen dihapuskan. Atau maksimal hanya 3 persen. "Sebaliknya, ambang batas parlemen semestinya diturunkan. Kalau perlu , dihapuskan. Sehingga partai-partai yang ada, tetap bisa mengirimkan wakilnya ke parlemen," tukasnya. Penolakan serupa juga disampaikan PPP. Wasekjen PPP Achmad Baidowi mengatakan jika ambang batas parlemen bertambah, maka jutaan suara rakyat akan sia-sia. "Akan ada jutaan aspirasi dari masyarakat yang disalurkan melalui partai politik. Tetapi tidak bisa diteruskan ke parlemen. Karena parpol tersebut tidak lolos ambang batas," kata Baidowi. Dia menilai kenaikan ambang batas parlemen tidak sesuai dengan prinsip keberagaman NKRI. Baidowi menyinggung banyak suara hangus saat PT dinaikkan dari 3,5 persen menjadi 4 persen pada Pemilu 2019 lalu. "Dengan PT 4 persen saja, naik dari 3,5 persen, suara yang hangus bertambah. Apalagi kalau angkanya lebih dari itu," tukasnya. Baidowi setuju jika diterapkan sistem proporsional tertutup dalam pemilu. Sebab, parpol bisa melakukan seleksi ketat untuk menghasilkan caleg berkualitas. Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Syarief Hasan. Dia menilai ambang batas parlemen 4 persen yang berlaku di Pemilu 2019 sudah bagus. Menurutnya, ide awal ambang batas parlemen adalah untuk membatasi jumlah partai di parlemen. Kenaikan angka PT dianggap memberatkan partai. "Sebenarnya berat juga bagi partai lain untuk mencapai lima persen. Apalagi lebih dari itu. Tetapi, kita lihat pembahasannya nanti. Ini kan juga belum dibahas. Namun, bagi Demokrat 4 persen sudah bagus," imbuhnya. Terkait sistem proporsional tertutup, Syarief mengusulkan sistem gabungan proporsional terbuka dan tertutup. (rh/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: