Kebijakan Kampus Merdeka Tidak Dipaksa

Kebijakan Kampus Merdeka Tidak Dipaksa

JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan, bahwa pelaksanaan kebijakan Kampus Merdeka tidak bersifat wajib bagi seluruh Universitas di Indonesia. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Prof Nizam mengatakan, terkait kebijakan Kampus Merdeka tidak bersifat paksaan untuk semua kampus. "Kebijakan Kampus Merdeka itu tidak bersifat paksaan pada kampus," kata Nizam, Senin (10/2). Nizam menuturan, alasan Kemendikbud tidak mewajibkan kebijkan Kampus Merdeka lantara pihaknya memahami, bahwa karakteristik kampus di Tanah Air di dengan jumlah lebih dari 4.500 berbeda-beda. Terlebih lagi, setiap kampus juga memiliki tingkat kesiapan yang tidak sama. "Oleh karena itu, kebijakan Kampus Merdeka tidak akan bersifat paksaan yang akhirnya menjadi sekedar formalitas belaka," ujarnya. Lima Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) menjadi payung hukum kebijakan Kampus Merdeka. "Kebijakan Kampus Merdeka ini telah memiliki lima payung hukum, sehingga kampus bisa menerapkan kebijakan tersebut," ujar Prof Nizam di Jakarta, Senin (10/2). Namun, bagi kampus yang ingin menjalankan kebijkan tersebut, Kemendikbud tengah menyiapkan rambu-rambu petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan Kampus Merdeka.

BACA JUGA: Maret, Raja dan Ratu Belanda Kunjungi Indonesia

"Setiap kampus kemudian diharapkan dapat mempelajarinya dan menyesuaikannya dengan dengan kondisi kampus masing-masing," imbuhnya. Nizam mengatakan, bahwa kata kunci dalam pelaksanaan Kampus Merdeka tersebut yakni inovasi dan kreativitas. Selain itu juga diperlukan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak mulai dari civitas akademika, kementerian lain hingga dunia industri. "Inovasi dan kreativitas pengelola perguruan tinggi menjadi penting dalam penerapan kebijakan Kampus Merdeka ini. Pertukaran mahasiswa yang biasanya sering dilakukan dengan kampus di luar negeri, saat ini juga didorong juga dilakukan antarperguruan tinggi dalam negeri," tuturnya. Dalam waktu dekat, lanjut Nizam, pihaknya juga akan terjalin kerja sama dengan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Secara teknisnya, nanti mahasiswa yang melakukan pengabdian kepada masyarakat ataupun mengajar di daerah terpencil akan dihitung ke dalam SKS perkuliahan. "Mahasiswa akan diminta untuk berpartisipasi dalam membangun desa dan mengawal implementasi Dana Desa," jelasnya. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar menyatakan, bahwa pada tahun 2020 pihaknya akan bekerja sama dengan perguruan tinggi melaksanakan program Kampus Merdeka. "Kami akan melaksanakan salah satu program strategis yakni kampus merdeka. Ini merupakan program yang mengajak para mahasiswa keluar dari lingkungan kampus," katanya. Halim menjelaskan, dalam program ini nantinya sejumlah kegiatan bisa dimanfaatkan para mahasiswa yang ingin mengikuti program tersebut dan terjun langsung di desa-desa. "Jadi para mahasiswa bisa magang, terlibat dalam proyek desa, mengajar di desa, dapat juga melakukan riset, kegiatan wirausaha, serta studi proyek independen," terangnya.

BACA JUGA: Dana Abadi Pendidikan Langgar UU

Sebelumnya, Kemendikbud mengeluarkan Lima Permendikbud untuk menjadi landasan hukum untuk program Kampus Merdeka. Permedikbud tersebut yakni Permendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Permendikbud No 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Perguruan Tinggi Negeri menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum dan Permendikbud No 5 tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi. Lalu, Permendikbud No.6 tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri, dan Permendikbud No 7 tentang Pendirian, Perubahan , Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri dan Pendirian, Perubahan dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta. (der/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: