KPK Mulai Garap Kasus di Jakpro

KPK Mulai Garap Kasus di Jakpro

JAKARTA - Direktur Utama (Dirut) PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Dwi Wahyu Daryoto menyambangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ternyata, kedatangannya untuk memberikan keterangan kepada KPK. Tidak diketahui keterangan terkait kasus apa. Kepada awak media, Wahyu mengaku kedatangannya kali ini guna memberikan keterangan terkait kasus kepada lembaga antirasuah. Namun, ia enggan menjelaskan kasus tersebut secara rinci. "Wah itu off the record. Jangan, enggak boleh. Tadi saya sudah tanda tangan masih rahasia. Saya enggak bisa menjelaskan apa-apa," ujar Wahyu usai memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (28/2).

BACA JUGA: Siapa Saja Kandidat Top Skor Liga 1 2020? Ini Dia

Permintaan keterangan terhadap Wahyu disinyalir dilakukan terkait penyelidikan terbuka oleh lembaga antirasuah. Sebab, namanya tak tercantum pada jadwal pemeriksaan saksi dan tersangka. Dikonfirmasi terkait hal itu, Wahyu membenarkan permintaan keterangan dirinya terkait penyelidikan kasus yang dilakukan KPK. Hanya saja, ia mengaku tak bisa membeberkan kasus tersebut secara rinci kepada publik. "Iya (penyelidikan). Saya diperiksa untuk pemberian keterangan saja kok. Belum ada apa-apa," ucap Wahyu. Terpisah, Pelaksana Tugas Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya mengundang Wahyu hari ini dalam rangka permintaan keterangan atau klarifikasi terkait penyelidikan terbuka yang dilakukan KPK berkaitan dengan PT Jakpro. "Nah mengenai apa dan berhubungan dengan apa sehingga KPK melakukan penyelidikan di PT Jakpro tersebut tentu karena ini adalah proses penyelidikan maka proses pencarian peristiwa pidana dan tentunya kami tidak bisa menyampaikan kepada masyarakat," ucap Ali Fikri. Namun, Ali Fikri memastikan pihaknya bakal menyampaikan perkembangan penyelidikan tersebut nantinya kepada publik.

BACA JUGA: 92 Persen Karyawan Indosat Setuju di PHK

"Tentunya begini, KPK menindaklanjuti dugaan peristiwa pidana melalui laporan masyarakat. Ditelaah di sana apakah masuk pidana, apakah perdata atau administrasi, kalau pidana apakah pidana umum atau pidana khusus atau kemudian korupsi, apakah KPK berwenang atau tidak jika berwenang lanjut ke penyidikan. Nah itu tadi prosesnya," kata Ali Fikri. Pada kesempatan yang sama, KPK juga memeriksa Direktur Operasional PT Jakpro Muhammad Taufiqurrachman sebagai saksi. Ia dimintai keterangan guna melengkapi berkas penyidikan dugaan gratifikasi terkait pendaftaran tanah yang menjerat Gusmin Tuarita selaku Inspektur Wilayah I Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ali Fikri menjelaskan, terhadap Taufiq pihaknya mengkonfirmasi sejumlah dokumen berkaitan dengan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Gusmin. "Ada salah satu karyawan di Jakpro memang karyawan itu sudah meninggal dunia, tetapi kita punya dokumen yang berkaitan dengan proses TPPU dengan tersangka GTU (Gusmin Tuarita)," ucap Ali Fikri. Sehingga, kata dia, penyidik pun mengonfirmasi data tersebut kepada Taufiq selaku Direktur Operasional PT Jakpro. "Jadi kita konfirmasi berdasarkan data-data yang ada, jadi bukan pemeriksaan terkait materi-materi di PT Jakpro sendiri. Tetapi salah satu karyawannya diduga ada TPPU di tersangka GTU (Gusmin Tuarita)," tutupnya. Diketahui, KPK menetapkan Inspektur Wilayah I Kementerian ATR/BPN, Gusmin Tuarita serta Kabid Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah kantor BPN Wilayah Kalimantan Barat (Kalbar), Siswidodo sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi. Gusmin selaku Kepala Kantor Wilayah BPN Kalimantan Barat periode 2012-2016 dan Kakanwil BPN Jawa Timur periode 2016-2018 bersama-sama Siswidodo diduga menerima gratifikasi dari sejumlah pemohon Hak Guna Usaha (HGU) di wilayah Kalbar. Selama lima tahun atau pada periode 2013-2018, Gusmin diduga menerima gratifikasi berupa uang tunai dari para pemohon hak atas tanah termasuk pemohon HGU baik secara langsung dari pemohon ataupun melalui tersangka Siswidodo. Setidaknya, Gusmin telah menerima gratifikasi sekitar Rp 22,23 miliar yang disetorkannya secara langsung maupun melalui orang lain ke beberapa rekening miliknya pribadi, rekening milik istrinya, hingga rekening milik anak-anaknya.

BACA JUGA: Obat Corona Bakal Diuji ke 1000 Pasien

Atas penerimaan uang tersebut, Gusmin Tuarita telah menyetorkan sendiri maupun melalui orang lain sejumlah uang tunai dengan total sebesar Rp 22,23 miliar. Uang tersebut disetorkan ke beberapa rekening miliknya pribadi, rekening milik istrinya, rekening milik anak-anaknya. Sementara, uang yang diterima oleh tersangka Siswidodo dari pihak pemohon hak atas tanah dikumpulkan ke bawahannya. Uang tersebut kemudian digunakan sebagai uang operasional tidak resmi. Bahkan, sebagian uang tersebut digunakan untuk membayarkan honor tanpa kuitansi, seremoni kegiatan kantor, rekreasi pegawai ke sejumlah tempat di NTB, Malang, dan Surabaya, serta peruntukan lain. Siswidodo juga memiliki rekening yang menampung uang dari pemohon hak atas tanah tersebut dan digunakan untuk keperluan pribadi. Gusmin dan Siswidodo tidak pernah melaporkan penerimaan uang-uang tersebut kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja terhitung sejak tanggal uang-uang tersebut diterima. (riz/gw/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: