PNS Kerja di Rumah, Redam Kepanikan Massal di Sejumlah Daerah

PNS Kerja di Rumah, Redam Kepanikan Massal di Sejumlah Daerah

JAKARTA - Kasus Virus Corona (Covid-19) terus merambat naik. Total sudah 117 pasien positif. Situasi ini membuat masyarakat semakin panik dan mendesak pemerintah untuk melakukan lockdown seperti di Singapura, Italia, Arab Saudi dan sejumlah negara lainnya. Sejalan dengan kondisi yang ada, mulai hari ini, Senin (16/3) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) lebih dulu mengambil inisiatif dengan menerapkan mekanisme kerja Work From Home (WFH) atau kerja dari rumah melalui sistem bergantian (shift) sesuai kebutuhan, meski demikian pelayanan kepada masyarakat tetap dikedepankan. Penerapan WFH ini akan berlaku sesuai dengan arahan Menteri Kominfo, Johnny G. Plate guna mencegah penyebaran virus corona. ”Menindaklanjuti arahan Menteri Kominfo Johnny G. Plate tentang langkah-langkah pencegahan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Kominfo melakukan pengelolaan sistem kerja guna memimalkan penyebaran Covid-19,” terang Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo, Rosarita Niken Widiastuti, Minggu (15/3).

BACA JUGA: Besok, Transjakarta Hanya Beroperasi di 13 Rute

Pengelolaan sistem kerja WFH, diperuntukkan bagi pejabat eselon IV dan pegawai non-eselon yang menggunakan transportasi umum. ”Karena rentan terhadap penyebaran virus dapat melaksanakan WFH dengan penugasan dan monitoring yang jelas dari atasan langsung (JPT Pratama) dan dilaporkan kepada Pejabat Eselon I (JPT Madya) masing-masing,” jelasnya. Menurut Niken, dalam Surat Edaran No 4 Tahun 2020 tentang Tindak Lanjut Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19 , Pejabat Eselon I, Eselon II, dan Eselon III tetap melaksanakan tugas kedinasan dengan masuk kantor seperti biasa. Dalam surat edaran yang ditandatangani hari ini, pejabat Eselon I, II, III, IV, dan pegawai non-eselon yang sedang menderita sakit dapat melaksanakan WFH. ”Kami minta memeriksakan kesehatan dengan mekanisme yang tertuang dalam Nota Dinas Sekretaris Jenderal tentang Pemeriksaan Kesehatan Pegawai untuk Pencegahan Covid-19,” ujar Niken. Sebelumnya, melalui nota dinas, Sekjen Kominfo mendorong satuan kerja untuk memeriksakan pegawai yang sakit dengan biaya ditanggung satuan kerja masing-masing. Pelaksanaan WFH dan aturan teknis tentang sistem WFH-nya sendiri disiapkan oleh pejabat terkait di satuan kerja. ”Segera setelah dikeluarkannya Surat Edaran akan diatur, termasuk jika dilakukan pencatatan kehadiran secara daring,” jelas Niken. Sekjen Niken juga meminta pegawai yang melakukan WFH agar tidak keluar rumah kecuali untuk kepentingan yang sangat mendesak. Kementerian Kominfo juga menunda dan membatalkan seluruh penyelenggaraan kegiatan tatap muka yang ?menghadirkan banyak peserta baik di lingkungan pusat maupun daerah. ”Jelas seluruh perjalanan Dinas Luar Negeri (PDLN) agar ditunda atau dibatalkan,” katanya. Terpisah, Praktisi Kesehatan, Ari F Syam menilai bahwa sistem lockdown bukan berarti tidak ada pergerakan keluar atau masuk melainkan hanya membatasi aktivitas masyarakat untuk menekan angka penyebaran virus corona. ”Dengan lockdown ini kita benar-benar membatasi orang masuk dan orang keluar. Jadi bukan berarti lockdown itu gak boleh orang masuk atau keluar. Kepentingan-kepentingan kemanusiaan itu tetap berjalan dengan kondisi lockdown itu," jelas Ari saat dihubungi Fajar Indonesia Network, Minggu (15/3). Menurut Ari, sebagian Jakarta sudah melakukan lockdown seperti sekolah-sekolah diliburkan, tempat hiburan ditutup sementara, perkuliahan dilakukan secara daring (online), ASN bekerja dari rumah, dan tempat hiburan malam juga ditutup. Ini mencegah kerumunan orang yang berpotensi menyebarkan virus corona. Lockdown ini sudah bertahap dilakukan di Ibu Kota Negara ini.

BACA JUGA: Catet Ya! Suhu Tubuh 38 Derajat Celcius Dilarang Naik Kereta Api

”Secara bertahap sebeneranya sudah mulai nih (lockdown), Pemerintah DKI Jakarta pelan-pelan (lockdown) misalnya tempat hiburan ditutup. Sekarang seperti Ancol, Taman Mini ditutup. Jadi intinya pergerakan manusia dibatasi karena sebeneranya ketika orang itu mengandung virus dalam tubuhnya lalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain ia berpotensi menularkan kepada orang lain," papar Ari. Ketika ditanya seberapa efektif sistem lockdown ini dilakukan, menurut Ari tidak bisa diperdiksi. Namun kata ia, dengan membatasi pergerakan manusia maka dapat menekan laju penularan Virus Corona. ”Seperti yang dilkaukan Singapura dan Italia efektif menekan laju (corona). Di Singapura kalau kita lihat masih ada kasus tapi itu bisa menekan laju pertambahan jumlah kasus. Kenapa? karena ini sekali lagi pengertiannya adalah ketika orang itu mengandung virus dia berinteraksi dengan orang lain dia berpotensi menularkan orang lain," jelas Ari. Terpisah Pengamat Intelijen Stanislaus Riyanta, menjelaskan jumlah kasus baru serangan Covid-19 di Indonesia mencapai 96 pasien positif. Jumlah tersebut termasuk penderita yang merupakan pejabat tinggi negara yaitu Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. ”Jumlah tersebut merupakan lonjakan yang cukup drastis dari jumlah 2 orang pertama yang diumumkan resmi oleh pemerintah positif terkena Covid-19 pada 2 Maret 2020,” kata Stanislaus.

BACA JUGA: Jumlah Kematian di Italia Akibat Corona Makin Sadis, Dalam Sehari 368 Orang Tewas

Salah satu hal yang menarik untuk dikaji adalah desakan dari pihat tertentu kepada pemerintah untuk melakukan lockdown. Arti dari lockdown adalah kuncian atau penutupan yang diikuti dengan larangan mengadakan pertemuan yang melibatkan banyak orang, penutupan sekolah, hingga tempat-tempat umum. Dengan lockdown diharapkan ruang penyebaran Covid-19 semakin sempit. Beberapa negara diketahui telah melakukan lockdown dalam menghadapi pendemi Covid-19. Tercatat China, Italia, Filipina dan Arab Saudi sudah melakukan lockdown. Indonesia yang pada Sabtu (14/3) jumlah orang yang terkena Covid-19 hampir mendekati 100 orang, mulai didesak oleh banyak pihak untuk melakukan lockdown. ”Lockdown dapat dilakukan jika memang dalam penanganan pandemi Covid-19 hanya tunduk pada satu komando, tidak ada pihak yang cari muka atau membangkang dengan kebijakan lain, dan kedisiplinan masyarakat untuk mentaati juga sangat penting,” kata Stanislaus. Selain itu ketersediaan pangan, aliran listrik, air dan kebutuhan dasar lainnya juga dapat terpenuhi. Bagi orang yang mendapat gaji bulanan seperti karyawan kantoran dan pegawai lainnya, dalam situasi lockdown mereka tetap dapat bertahan hidup karena tetap memperoleh pendapatan. ”Tetapi bagaimana dengan pekerja informal yang harus berjibaku setiap saat untuk mendapatkan rupiah guna menyambung hidupnya. Jumlah orang di sektor tersebut tentu tidak sedikit,” jelas Stanislaus. Jika kelompok tersebut tidak ada akses atau layanan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya, apa yang akan terjadi? Bagaimana cara kelompok tersebut memenuhi kebutuhannya? Bagaimana jika situasi sudah semakin mendesak mereka untuk harus mendapatkan kebutuhan hidupnya?

BACA JUGA: Tompi: Hai Pemangku Kebijakan, Lockdown jangan Ngeyel!

Lebih lanjut Stanislaus mengungkapkan, dalam konteks di Indonesia saat ini yang paling penting bukan keputusan pemerintah untuk menentapkan situasi lockdown, namun justru kedisiplinan dan partisipasi masyarakat untuh hidup sehat yang lebih penting. ”Masyarakat harus yakin pemerintah melakukan upaya yang luar biasa dalam mendeteksi dan mencegah Covid-19 semakin meluas. Upaya-upaya pemerintah ini harus didukung dengan perilaku masyarakat agar ruang bagi penyebaran Covid-19 dapat dipersempit,” imbuhnya. Dengan menunda perjalanan dan hanya melakukan aktivitas di luar rumah jika sangat perlu merupakan bentuk perilaku yang sangat membantu dalam penanganan pandemi Covid-19. "Sementara masyarakat lain yang bekerja secara informal dapat tetap melakukan aktifitasnya secara produktif, tentu saja dengan kewaspadaan tinggi dan perilaku hidup sehat agar tetap aman dari serangan Covid-19," kata Stanislaus.

BACA JUGA: Kenapa Minion Tumbang, Ternyata Ini Penyebabnya

Dalam kondisi saat ini maka pembatasan, seperti meminta pekerja yang usianya di atas 50 tahun dan yang sedang dalam kondisi tidak sehat untuk bekerja di rumah, bisa dilakukan oleh pemerintah. ”Layanan vital kepada publik harus dipastikan tetap berjalan seperti yang terkait dengan pangan, listrik, air, kesehatan, keamanan dan lainnya. Pembatasan ini lebih kepada mencegah orang yang rentan dan berisiko supaya tidak terpapr atau menularkan Covid-19 kepada orang lain,” terangnya. Urgensi lockdown dalam penanganan pandemi Covid-19 kata ia tentu harus dibandingkan juga dengan kebutuhan hidup masyarakat secara luas. Dampak lockdown bagi masyarakat bermanfaat bagi masyarakat tertentu tetapi juga akan merugikan bagi masyarakat lainnya. Jika melihat realita di Indonesia, yang tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan negara maju yang tingkat ekonomi dan kulturnya berbeda, maka pembatasan-pembatasan tertentu lebih tepat dilakukan daripada memaksakan totally lockdown. ”Penerapan totally lockdown di Indonesia perlu dipikirkan lebih jauh lagi,” pungkasnya. (dim/fin/ful)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: