Antisipasi COVID-19 di Pengadilan Minim

Antisipasi COVID-19 di Pengadilan Minim

JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) tak membuat kebijakan menunda sidang terkait ancaman virus corona atau COVID-19. Salah satu alasannya karena melanggar hak asasi manusia (HAM). Juru Bicara (MA) Andi Samsan Nganro mengatakan sidang di pengadilan di bawah koordinasi Mahkamah Agung (MA) tetap harus digelar seperti biasa sesuai kebijakan ketua pengadilan setempat. Andi Samsan menyebut sidang perkara pidana harus digelar karena pemenuhan HAM pihak berperkara. "Terhadap sidang perkara pidana, terutama yang banyak menghadirkan pengunjung, pelaksanaannya diserahkan kepada ketua pengadilan setempat, sebab penyelesaian perkara pidana terkait dengan masalah HAM seseorang," ujarnya di Jakarta, Selasa (17/3). Sementara untuk sidang-sidang perdata, perdata agama dan tata usaha negara (TUN), Andi Samsan meminta masyarakat tidak mendatangi pengadilan. Tapi cukup dengan memanfaatkan e-Litigasi.

BACA JUGA: Kemendikbud Minta Kegiatan Wisuda Ditunda

Andi juga mengatakan, terkait dengan antisipasi penyebaran COVID-19 di lingkungan pengadilan, pihaknya belum mengeluarkan edaran atau mengambil kebijakan khusus. "Kebijakan diserahkan kepada jajaran peradilan di daerah masing-masing sesuai situasi dan kondisi. Tapi kebijakan tersebut harus memperhatikan surat edaran dan kebijakan nasional yang dikeluarkan pemerintah pusat mau pun pemerintah daerah," terangnya. "Begitu pun, untuk penyediaan pembersih tangan, pembatasan pengunjung sidang serta pengecekan kondisi pengunjung sebelum memasuki pengadilan. Itu semua menjadi kebijakan ketua pengadilan setempat," lanjutnya. Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Achmad Guntur dalam pernyataannya membenarkan penundaan sidang tergantung dari kebijakan Majelis Hakim yang menangani perkara yang dikoordinasikan dengan para pihak di persidangan. "Ini kebijakan Majelis Hakim yang menangani perkara, dan para pihak semuanya mengerti," katanya. Meski demikian, secara keseluruhan PN Jakarta Selatan mengambil langkahmengurangi frekuensi persidangan dalam upaya antisipasi penyebaran COVID-19 di lingkungan pengadilan. Sejumlah sidang ditunda selama dua pekan.

BACA JUGA: Sponsor Utama Komitmen Tetap Jadi Mitra Piala AFF 2020

"Ada banyak, puluhan perkara, pidana dan perdata itu kan ada 50 lebih," katanya. Guntur mengatakan penundaan sidang dimulai sejak Senin (16/3) hingga 6 April 2020. Setelah itu, akan dilihat perkembangan situasi yang terjadi maupun kebijakan pemerintah, apakah penundaan berlanjut atau dicabut. "Penundaan sidang berlaku untuk perkara perdata maupun pidana. Tapi tidak semua perkara bisa ditunda sidangnya," katanya. Dikatakannya, perkara yang tidak bisa ditunda seperti masa tahanannya sudah mau berakhir atau bukti yang harus dihadirkan pada hari persidangan. "Dari kemarin perkara-perkara itu ditunda dua minggu. Tapi ada beberapa perkara yang tidak bisa karena masa tahanannya mau habis. Ada beberapa perkara yang dibatasi penyelesaiannya," kata Guntur. Persidangan di PN Jakarta Selatan sangat padat. Sehari ada 50 lebih pekara perdata dan 80 lebih pekara pidana. Pembatasan frekuensi sidang tidak serta merta pegawai Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bekerja penuh di rumah, tetapi penundaan dapat mempercepat sidang, pegawai dapat melanjutkannya bekerja di rumah. "Di Pengadilan tidak ada yang bisa kerja di rumah 'full' tanpa masuk kantor, karena berhubungan dengan persidangan, bisanya hanya mempercepat sidang denga menunda agar mengurangi kerumunan, setelah itu baru bisa kerja di rumah seperti buat Berita Acara atau membuat Putusan bagi Hakim," kata Guntur. Bobby Mokoginta, Jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mengatakan kebijakan menunda sejumlah persidangan adalah hasil koordinasi antara Pengadilan dengan Kejaksaan dan Rutan. Namun, sidang tetap akan dilaksanakan terhadap perkara yang sudah tidak bisa ditunda. Misalnya masa tahanan sudah mau habis atau bukti yang hanya dapat dihadirkan pada hari tersebut, seperti saksi yang dari luar kota yang telah dipanggil maka tidak boleh ditunda. "Biasanya yang ditunda itu perkara yang masa tahanan masih lama, kalau yang sudah mau habis maka tetap akan sidang," katanya. Meski demikian, anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Andi Asrun menyebut langkah pengadilan-pengadilan di bawah MA dalam mengatisipasi penyebaran COVID-19 masih sangat minim.

BACA JUGA: Libur, Siswa Diberi Tugas via Aplikasi Online

"Saya prihatin dengan manajemen pengadilan dengan tingkat antisipasi penyebaran virus corona terbilang rendah karena tidak ada tindakan pengukuran suhu tubuh dan pembersih tangan di pintu masuk gedung pengadilan," ujarnya. Padahal banyak orang yang berurusan dengan pengadilan dengan beragam kepentingan dan durasi waktu yang cukup lama. Ini sangat berisiko jika sistem keamanan pencegahan penyebaran COVID-19 tak maksimal. Untuk itu, dia meminta MA memerintahkan pengadilan yang ada di bawahnya serta Mahkamah Agung sendiri untuk menghentikan sementara pelayanan publik dan persidangan. "Tidak ada seorang pun dapat menjamin penyebaran COVID-19 tidak terjadi di wilayah gedung pengadilan dan ruang-ruang sidang," terangnya.(gw/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: