14 Hari Terlacak Lewat Aplikasi

14 Hari Terlacak Lewat Aplikasi

JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika akan menggunakan aplikasi Tracetogether untuk mendukung Surveilans Kesehatan terkait pandemik Virus Corona di Indonesia. Penyelenggaraan Surveilans terkait Covid-19 meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan diseminasi sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. ”Langkah ini untuk menghasilkan informasi yang objektif, terukur, dapat diperbandingkan antar waktu, antar wilayah, dan antar kelompok masyarakat sebagai bahan pengambilan keputusan,” kata Menteri Kominfo Johnny G Plate, dalam konferensi pers yang disiarkan langsung, Kamis (26/3). Keputusan Menteri Kominfo Nomor 159 Tahun 2020 tentang Upaya Penanganan Covid-19 melalui Dukungan Sektor Pos dan Informatika mencakup koordinasi Kominfo dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian BUMN, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan operator telekomunikasi untuk melakukan surveilans berupa tracing (penelusuran), tracking (pelacakan) dan fencing (pembatasan) Covid-19.

BACA JUGA: Khawatir Tertular ke Rekan, Perawat Ini Bunuh Diri Setelah Positif Corona

Aplikasi Tracetogether ini dikembangkan bersama operator telekomunikasi Indonesia dan akan dipasang di orang yang positif terinfeksi Covid-19. Aplikasi bisa melakukan tracing, tracking dan fencing serta memberikan warning atau peringatan jika orang tersebut melewati lokasi isolasinya. ”Fitur tracking akan menggunakan sistem yang dapat melihat log pergerakan orang yang positif Covid-19 selama 14 hari ke belakang,” jelasnya. Berdasarkan hasil tracking dan tracing, aplikasi akan memberikan peringatan kepada nomor-nomor ponsel yang berada di sekitar pasien positif Covid-19 untuk segera melakukan protokol Orang Dalam Pemantauan (ODP). Aplikasi ini akan terhubung ke berbagai operator seluler untuk menghasilkan visualisasi yang sama. Sementara itu, Singapura pekan lalu juga meluncurkan aplikasi bernama TraceTogether yang dikembangkan oleh Dinas Teknologi Pemerintah dan kementerian kesehatan Singapura. Dikutip dari laman Reuters, TraceTogether memanfaatkan pertukaran sinyal Bluetooth dari jarak dekat untuk mendeteksi pengguna lainnya yang berada dalam jarak sekitar 2 meter. Data pelacakan akan disimpan di penyimpanan lokal ponsel, dilindungi enkripsi dan aplikasi tidak akan meminta informasinya lainnya, seperti lokasi pengguna. Kementerian kesehatan hanya akan mendapatkan data jika pengguna mengirimkannya ke mereka. ”Sistem melindungi privasi pengguna dari pengguna lainnya," kata menteri senior bidang komunikasi Singapura Janil Puthucheary. Pemerintah Singapura tidak mewajibkan warganya untuk mengunduh aplikasi tersebut, namun akan merekomendasikannya. Aplikasi TraceTogether akan dihentikan jika wabah sudah reda. Singapura memakai sistem tracing, pelacakan, untuk mengetahui sebaran virus corona di negara tersebut.

BACA JUGA: Ekonomi Indonesia Terdampak Covid-19, Presiden Jokowi Didesak Buka Keran Ekspor Nikel

Mereka juga melibatkan kepolisian dan kamera pengawas untuk mengetahui orang yang diduga sebagai pembawa, carrier, virus. Negara itu sangat ketat menerapkan aturan untuk melawan virus corona. Bulan lalu, Singapura menghukum pasangan Cina yang memberikan informasi palsu mengenai riwayat bepergian mereka. Terpisah, Juru Bicara Pemerintah Untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto meminta media massa memberi pemahaman secara akurat bukan justru memicu kepanikan publik. ”Peran media juga agar memberi pemahaman,” kata Yuri. Menurut dia, media massa bukanlah menjadi pengeras suara narasumber tetapi memberi pembelajaran yang baik kepada masyarakat dalam persoalan Covid-19 sehingga menjadi pencerahan. Dia menggarisbawahi kepanikan publik yang dideskripsikan media soal adanya rumah sakit yang menolak pasien Covid-19 di RSPI Sulianti Saroso dan RSUP Persahabatan. Padahal kapasitas rumah sakit itu memang terbatas sehingga jika penuh wajar terjadi penolakan menerima pasien dan dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya. ”Soal masyarakat panik, jangan-jangan bukan dari kekhawatiran masyarakat tapi kekhawatiran media,” kata dia. Yuri juga mencontohkan bagaimana jurnalis mengontaknya untuk melakukan konfirmasi soal kematian yang terjadi berpuluh-puluh hari yang lalu. Peristiwa tersebut sudah selesai tetapi karena media mengangkatnya lagi justru masyarakat kembali dalam ketakutan. Dalam kasus tersebut, dia mengatakan sejatinya masyarakat sudah lupa dengan ketakutan terkait tetapi karena isu kembali diangkat membuat perlu adanya pemulihan trauma publik yang menjadi tugas bersama, termasuk dari unsur media. Perlu kolaborasi lintas sektor agar pemulihan trauma dapat berjalan sebagaimana mestinya. ”Masyarakat yang lupa jadi ingat lagi. Takut lagi dengan ketakutan sama. Trauma healing adalah pekerjaan bersama. Kalau saya tenangkan masyarakat tapi media masih menggali-gali maka itu tidak akan berhenti,” kata dia. (tim/fin/ful)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: