Kasus Korupsi Cukai Bintan, KPK Selisik Peran Eks Gubernur Riau

Kasus Korupsi Cukai Bintan, KPK Selisik Peran Eks Gubernur Riau

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik peran mantan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun dalam kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati nonaktif Bintan Apri Sujadi (AS). Nurdin Basirun diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Apri Sujadi. Pemeriksaan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, pada Kamis (11/11). "Tim penyidik mengkonfirmasi antara lain terkait dengan peran saksi yang turut menyetujui usulan tersangka AS dalam menentukan pihak-pihak yang tergabung dalam BP Bintan," kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Jumat (12/11). Selain Nurdin, penyidik KPK turut memeriksa tiga saksi lainnya dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengaturan barang kena cukai dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan Tahun 2016-2018 ini. Mereka yakni Syamsul Bahrum, Asisten II Bidang Ekonomi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Sekretaris Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan dan Sekretaris Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun; Norman, swasta; dan H. Lis Darmansyah, Wali Kota Tanjungpinang 2013-2018. Pemeriksaan ketiganya dilakukan di Kantor Polres Tanjungpinang, Jalan A. Yani, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. "Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan beberapa perusahaan yang mendapatkan izin kuota rokok dan minuman alkohol di BP Bintan yang diduga telah mendapat persetujuan dari tersangka AS dkk serta dugaan aliran uang yang diterima oleh tersangka AS atas persetujuan dimaksud," ungkap Ipi. KPK pada Kamis (12/8) telah menetapkan Apri bersama Plt Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan Mohd Saleh H Umar (MSU) sebagai tersangka. Atas perbuatannya, Apri dari 2017 sampai 2018 diduga menerima sekitar Rp6,3 miliar dan Mohd Saleh dari 2017 sampai 2018 diduga menerima sekitar Rp800 juta. Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Apri pada 17 Februari 2016 dilantik menjadi Bupati Bintan yang secara "ex-officio" menjabat sebagai Wakil Ketua I Dewan Kawasan Bintan. Selanjutnya, awal Juni 2016, bertempat di salah satu hotel di Batam, Apri memerintahkan stafnya untuk mengumpulkan para distributor rokok yang mengajukan kuota rokok di BP Bintan dan dalam pertemuan tersebut diduga terdapat penerimaan sejumlah uang oleh Apri dari para pengusaha rokok yang hadir. Atas persetujuan Apri, dilakukan penetapan kuota rokok dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan menerbitkan kuota rokok sebanyak 290.760.000 batang dan kuota MMEA dengan rincian, yakni golongan A sebanyak 228.107,40 liter, golongan B sebanyak 35.152,10 liter, dan golongan C sebanyak 17.861.20 liter. Pada tahun 2017, BP Bintan menerbitkan kuota rokok sebanyak 305.876.000 batang (18.500 karton) dan kuota MMEA dan diduga dari kedua kuota tersebut ada distribusi jatah bagi Apri sebanyak 15.000 karton, Mohd Saleh sebanyak 2.000 karton, dan pihak lainnya sebanyak 1.500 karton. Pada Februari 2018, Apri memerintahkan Kepala Bidang Perizinan BP Bintan Alfeni Harmi dan diketahui oleh Mohd Saleh untuk menambah kuota rokok BP Bintan Tahun 2018 dari hitungan awal sebanyak 21.000 karton sehingga total kuota rokok dan kuota MMEA yang ditetapkan BP Bintan Tahun 2018 sebanyak 452.740.800 batang (29.761 karton). Selanjutnya kembali dilakukan distribusi jatah di mana untuk Apri sebanyak 16.500 karton, Mohd Saleh 2.000 karton, dan pihak lainnya sebanyak 11.000 karton. Dari 2016 sampai 2018, BP Bintan menerbitkan kuota MMEA kepada PT Tirta Anugrah Sukses (TAS) yang diduga belum mendapatkan izin edar dari BPOM dan dugaan terdapat kelebihan (mark up) atas penetapan kuota rokok di BP Bintan tersebut. KPK menduga perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp250 miliar. (riz/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: