JAKARTA – Belum usai kisah pilu yang diterima keluarga Juriah, warga Desa Serdang Menang, Kecamatan Sirah Pulau Padang Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan setelah mendapat kabar jasad anaknya Ari (25) dilarung saja tanpa kabar dan persetujuan pihak keluarga. Kini, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) juga mendapatkan hal yang tidak mengenakan bahkan cenderung mengarah pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Cerita ini diterima dari informasi meninggalnya EP, WNI sebelumnya bekerja di kapal berbendera Cina. EP meninggal dunia setelah dinyatakan menderita pneumonia. ”Saya telah berbicara dengan ayah almarhum EP pada siang hari ini, dan secara langsung menyampaikan rasa duka mendalam,” tutur Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi, Minggu (10/5).
Jenazah EP sendiri telah diterbangkan ke Tanah Air dari Korea Selatan pada Jumat (8/5) bersama 14 anak buah kapal (ABK) lain. Jenazah tersebut kemudian diterbangkan dari Jakarta ke Medan pada Sabtu siang (9/5), untuk diserahkan kepada pihak keluarga. ”Hari ini (Kemarin, Red) jenazah akan dibawa ke rumah duka,” terangnya.
EP merupakan anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 yang sejatinya ingin kembali ke Indonesia, setelah mengalami dugaan pelanggaran hak asasi manusia di kapal tersebut. Bersama 14 rekannya, EP berlabuh di Korea Selatan untuk mengurus kepulangan ke Tanah Air. Ia pun sempat dirawat di sebuah rumah sakit di Kota Busan karena sakit.
Tim dari Kementerian Luar Negeri juga akan menemui pihak keluarga guna menyerahkan barang-barang pribadi milik almarhum EP. ”Saya telah menyampaikan kepada ayah almarhum bahwa pemerintah akan bekerja keras agar hak-hak almarhum yang belum dipenuhi dapat segera diselesaikan oleh pihak perusahaan kapal,” kata Retno.
Dugaan pelanggaran HAM dan kerja berlebihan yang dialami EP, bersama total 46 ABK WNI yang bekerja di beberapa kapal milik perusahaan Cina, kini tengah diselidiki oleh Bareskrim Polri bekerjasama dengan otoritas Cina.
Selain 46 ABK tersebut, terdapat tiga ABK WNI yang meninggal dunia di atas kapal kemudian jenazahnya dilarung ke laut. Video mengenai peristiwa ini pertama kali diberitakan oleh media Korea Selatan dan kemudian memicu reaksi publik, termasuk di Indonesia.
Pihak Cina, baik pemerintah maupun perusahaan kapal, menyebut pelarungan tiga jenazah ABK WNI telah sesuai dengan prosedur Organisasi Buruh Internasional dan disetujui pihak keluarga. Namun, otoritas Indonesia akan melakukan penyelidikan lebih lanjut kasus ini. Pihak keluarga ABK juga menyatakan kepada beberapa media bahwa pelarungan jenazah dilakukan tanpa izin mereka.
Dalam pertemuan tersebut Retno Marsudi memperoleh informasi mengenai dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dialami para WNI yang bekerja di kapal-kapal perusahaan Cina. ”Siang hari ini saya telah melakukan pertemuan langsung dengan 14 ABK (anak buah kapal) kita untuk kembali mendapatkan informasi mengenai apa yang mereka alami selama bekerja di kapal Cina,” ujar Retno.
Keempat belas WNI yang kembali dari Korea Selatan sebelumnya bekerja di kapal Long Xing 629. Mereka termasuk sebagian dari total 46 WNI yang bekerja sebagai ABK di empat kapal berbendera China, yaitu Long Xing 629, Long Xing 605, Tian Yu 8, dan Long Xing 606. Sebagian besar ABK WNI meminta pulang ke Tanah Air karena mendapat perlakuan tidak manusiawi selama bekerja di kapal-kapal tersebut.
Perlakuan yang dimaksud yakni gaji yang tidak dibayar, atau dibayar tidak sesuai nilai yang tercantum pada kontrak kerja. Selain itu, para WNI juga diharuskan bekerja hingga 18 jam per hari, yang disebut Menlu Retno sangat tidak manusiawi.
Bahkan, terdapat tiga WNI yang meninggal di atas kapal kemudian jenazahnya dilarung ke laut (burial at sea), dan satu WNI meninggal dunia setelah dirawat di sebuah rumah sakit di Korea Selatan karena penyakit pneumonia. ”Berdasarkan keterangan para ABK, perlakuan ini telah mencederai hak asasi manusia,” ujar Retno.
Informasi yang disampaikan para ABK akan menjadi sumber dalam penyelidikan kasus yang sedang dijalankan oleh Bareskrim Polri bekerjasama dengan otoritas Cina. Penelusuran informasi juga akan melibatkan pihak-pihak lain yang terkait, kata Retno.
”Ke depan, pemerintah akan memastikan hak-hak seluruh ABK WNI dapat terpenuhi. Indonesia telah dan akan terus meminta China untuk memberikan kerja sama dalam penyelesaian kasus ini,” tutur Retno.
Sebelumnya Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani meminta pemerintah untuk segera melakukan penegasan kewenangan, tugas dan fungsi antarinstitusi yang menangani tata kelola penempatan dan perlindungan ABK perikanan yang implementatif.