Mendagri: Gunakan Instrumen Hukum untuk Cegah Kerumunan Massa

Mendagri: Gunakan Instrumen Hukum untuk Cegah Kerumunan Massa

JAKARTA - Jangan ada lagi pengumpulan massa di tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 selanjutnya. Terlebih, sebentar lagi akan masuk tahapan penetapan pasangan calon dan disusul kampanye. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan, harus dipastikan tidak ada pengumpulan massa. "Tidal boleh lagi ada pengumpulan massa.  Kita melihat dari jadwal tahapan tanggal 4 sampai 6 September lalu. Terjadi kerumunan massa.  Ini menuai sentimen negatif dari publik maupun berbagai kalangan. Kalau di kantor KPUD-nya aman. Tetapi di luar ada deklarasi. Bahkan ada yang menggunakan musik, arak-arakan, ada juga yang konvoi dan lain-lain, " kata Tito di Jakarta, Jumat (18/9). Menurut Tito, hal ini menjadi sangat penting. Karena ada beberapa tahapan kritis dalam tahapan Pilkada. Dikhawatirkan hal ini dapat mengakibatkan penularan COVID-19.  Selain itu, juga berpotensi memicu aksi kekerasan atau anarkis. Pengumpulan massa, lanjut Tito, terjadi karena kurangnya sosialisasi tentang aturan-aturan untuk mencegah penularan COVID -19. "Memang pekerjaan ini tidak bisa dikerjakan oleh Penyelenggara Pemilu sendiri. Harus didukung oleh semua pihak. Dari hasil rapat evaluasi yang dilakukan beberapa hari yang lalu, ada tiga poin catatan yang mesti diperhatikan," terang Tito. Pertama adalah mensosialisasikan tahapan Pilkada. Tito menyebut idak semua paham tentang tahapan Pilkada dan kerawanannya. Yang kedua mensosialisasikan aturan-aturan. Termasuk PKPU dan pelaksanaannya di tiap-tiap tahapan. Ketiga adanya kegiatan deklarasi para kontestan yang disaksikan parpol di daerah masing-masing agar patuh protokol kesehatan. " Nah dari tahapan-tahapan ini, kita akan menghadapi tahapan penting. Yaitu tanggal 23 September 2020. Hari Rabu nanti adalah penetapan pasangan calon oleh KPUD masing-masing daerah. Di sini bisa terjadi kerawanan pengumpulan massa. Bahkan mungkin anarkis. Karena saat itu, akan diumumkan Paslon mana yang lolos dan pasangan calon mana yang tidak lolos," ucap mantan Kapolri ini. Pasangan calon yang lolos, lanjut Tito, bisa meluapkan kegembiraannya dalam bentuk deklarasi. Atau arak-arakan dan konvoi. Sementara yang tidak lolos, bisa ada kemungkinan pendukungnya melakukan aksi anarkis. "Setelah itu mereka akan ke Bawaslu. Ini yang perlu dijaga. Terutama kantor KPU dan Bawaslu di daerah. Kemudian tanggal 24 September 2020 dilakukan pengundian nomor urut pasangan calon. Ini juga sama. Di kantor KPUD-nya sedikit. Tetapi di luar ramai. Karena itu perlu diantisipasi," jelas mantan Kapolda Metro Jaya ini. Tito menegaskan pada 23 dan 24 September 2020 harus dipastikan tidak boleh terjadi pengumpulan massa dalam bentuk apapun. "Gunakan instrumen hukum apapun untuk mencegah. Bisa dengan UU, Perda, Pergub atau peraturan daerah lainnya. Termasuk UU Kesehatan, UU Karantina Kesehatan dan UU Lalu Lintas dan lain-lain," papar Tito. Satgas Penanganan COVID-19 menyerukan kegiatan pengumpulan massa saat kampanye diganti dalam bentuk digital. Hal ini untuk mencegah terjadinya penyebaran COVID-19. “Agar kegiatan kampanye tersebut tidak menimbulkan kerumunan dan penularan, bisa dilakukan dengan digital. Dengan begitu, tidak ada acara mengumpulkan massa secara fisik,” tegas Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito. Menurutnya, kewaspadaan perlu ditingkatkan. Terutama di daerah peserta pilkada yang masuk dalam zona merah. "Diperlukan kerjasama dan kesepahaman yang sama dalam menangangi COVID-19. Intinya, jangan sampai terjadi kerumunan massa di setiap tahapan Pilkada Serentak 2020," pungkas Wiku. (khf/rh/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: