Penyusunan Kurikulum Baru Diminta Terbuka

Penyusunan Kurikulum Baru Diminta Terbuka

JAKARTA - Komisi X DPR RI meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terbuka terkait penyusunan kurikulum baru untuk 2021. Hal itu menyusul wacana dihapusnya mata pelajaran (mapel) Sejarah di kurikulum yang baru. "Jangan menunggu ada kehebohan dulu, baru kita terbuka, semua mekanisme pembuatan kebijakan harus dipenuhi, tidak hanya pendekatan atas-bawah (top-down), namun juga mekanisme politik, teknokratif, partisipasif, dan pendekatan bawah-atas (bottom-up)," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih di Jakarta, Senin (21/9). Fikri juga meminta, agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim memastikan untuk melibatkan pemangku kepentingan pendidikan. Menurutnya, hal itu bisa dimulai dengan mengomunikasikannya kepada komisi X DPR RI.

BACA JUGA: Berpotensi Hadapi Cuaca Ekstrim, Petani Makassar dan Gowa Diminta Jaga Lahan

"Harusnya mas Menteri sampaikan dan paparkan dulu secara gamblang di DPR, baru dilaunching," ujarnya. Fikri menduga, penyusunan kurikulum ini sebagai bagian dari kurikulum adaptif menghadapi pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung dari lebih dari 1 semester. "Kalau toh ada kurikulum penyesuaian karena pandemi, maka jangan mengulang seperti isu mapel Agama yang hilang dan bikin gaduh," imbuhnya.

BACA JUGA: Segera Hadir di Indonesia, Ini Spesifikasi dan Perkiraan Harga iPhone SE 2020

Terkait wacana dihapusnya mapel sejarah sebagai mapel wajib di kurikulum SMA, Fikri secara tegas menolak ide tersebut. Menurutnya, sejarah adalah bagian tak terpisahkan dalam membentuk pribadi bangsa dengan semangat untuk selalu belajar, memperbaiki diri atas kesalahan di masa lalu. "Dengan belajar sejarah bangsa kita belajar semangat patriotisme untuk menghadapi masalah dan tekanan dari para penjajah, melalui tampilnya pahlawan yg tercatat dalam sejarahdan meningkatkan kualitas intelektual dan karakter nya melalui telaah sejarah bangsa ini." tuturnya. Sikap penolakan juga disampaikan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI). Pihaknya menganggap, langkah tersebut membuat resah dan menimbulkan kekhawatiran banyak pihak.

BACA JUGA: Telkom Dukung PERPAMSI Wujudkan Digitalisasi PDAM di Seluruh Indonesia

Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, dan Sekjen PB PGRI, Ali Arahim menilai, pelajaran sejarah berkontribusi penting untuk memberikan pemahaman dan penanaman nilai perjalanan suatu bangsa kepada generasi selanjutnya sehingga terbentuk watak yang baik dari suatu bangsa. "Jangan sampai generasi penerus melupakan jati diri dan identitas bangsanya. Pelajaran sejarah sangat penting bagi pembentukan peserta didik yang berkarakter baik sesuai jati diri bangsa sesuai Pancasila dan UUD 1945," demikian pernyataan PB PGRI. Menurut PGRI, pendidikan harus dimaknai dalam pengertian yang lebih luas, yakni pendidikan yang memanusiakan manusia. Pendidikan yang mengedepankan penanaman watak yang baik, budi pekerti sesuai jati diri bangsa, dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, berkebhinekaan global, berakar pada sejarah dan budaya bangsa.

BACA JUGA: Wapres Ma’ruf Amin Harap K-Pop dan Drama Korea jadi Inspirasi Anak Muda

"Penanaman karakter yang baik meliputi jujur, disiplin, sederhana, kerja keras, berinisiatif, bersedia menerima pendapat orang, mau berbagi dan adil, salah satunya dapat diperoleh dari pelajaran sejarah, karena salah satu fungsi pelajaran sejarah adalah mengembangkan keteladanan dan karakter," terangnya. Karena itulah, PGRI menyatakan, bahwa arah dan tujuan bangsa ini ke depan, tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan dan cita-cita pembentukan bangsa ini. Atas dasar hal itulah, anak bangsa harus memahami sejarah bangsa sebagai identitas nasional, termasuk keluhuran budaya dan peradaban bangsa ini yang telah terbangun selama ribuan tahun. "PB PGRI meminta kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengkaji secara cermat penyederhanaan kurikulum 2013 dengan melibatkan para ahli dan mendengarkan aspirasi berbagai pemangku kepentingan pendidikan," imbuhnya.

BACA JUGA: Jokowi akan Pidato di Sidang PBB, Rocky Gerung: Hati-Hati Dibully Wartawan Asing

Menanggapi polemik tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim membantah informasi yang mengatakan Kemendikbud berencana menghapus mata pelajaran sejarah dari kurikulum. Ia menegaskan, tidak pernah ada keinginan atau rencana menghapus mata pelajaran sejarah. "Saya ingin mengklarifikasi beberapa hal, karena saya terkejut betapa cepat informasi tidak benar menyebar mengenai isu mata pelajaran sejarah. Saya ingin mengucapkan sekali lagi bahwa tidak ada sama sekali kebijakan atau regulasi atau perencanaan penghapusan sejarah di kurikulum nasional," ujar Nadiem dalam klarifikasinya melalui Youtube resmi Kemendikbud RI, Ahad (20/9). Nadiem menjelaskan, bahwa awal isu ini muncul setelah beredarnya presentasi internal tentang permutasi penyederhanaan kurikulum. "Memang banyak usulan versi penyederhanaan kurikulum yang sedang melalui FGD maupun uji publik, namun kesemua itu belum final," ujarnya.

BACA JUGA: 2 Orang Tewas dan Puluhan Terluka dalam Penembakan Massal di New York

Kendati demikian, Nadiem memastikan bahwa penyederhanaan kurikulum tidak akan dilakukan sampai 2022. Sementara, pada 2021, sekalipun akan dilakukan prototype, hanya di sekolah penggerak yang terpilih dan bukan dalam skala nasional. "Jadi sekali lagi tidak ada kebijakan apapun yang akan keluar di 2021 dalam skala kurikulum nasional, apalagi penghapusan mata pelajaran sejarah," tegasnya. Dapat diketahui, rencana penyederhanaan/perubahan kurikulum 2013 yang digulirkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang salah satu rumusannya di jenjang pendidikan SMA dan SMK akan menghapus pelajaran sejarah. (der/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: