News

PKPU Rawan Digugat ke Mahkamah Agung

fin.co.id - 2020-09-26 10:00:17 WIB

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

"Seharusnya dengan Perppu. Karena PKPU harus selaras dengan Undang Undang. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih tinggi," kata Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin di Jakarta, Jumat (25/9).Dia mengatakan usulan itu untuk mencegah terjadinya gugatan sekelompok ataupun perorangan dalam Pilkada Serentak 2020. Dia menjelaskan, penggunaan PKPU memungkinkan adanya pihak yang akan melakukan gugatan ke MA.

BACA JUGA:  Jeffry Reksa Posting Foto Peluk Putri Delina, Netizen Kasih Peringatan

Karena di Undang-Undang No. 6 Tahun 2020 tentang Pilkada masih memperbolehkan adanya kerumunan massa saat kampanye. Dia menilai apabila pemerintah mau menerbitkan Perppu Pilkada, saat ini masih ada waktu untuk dibahas di DPR RI sebelum diambil keputusan.Selain itu, politisi Partai Golkar ini juga menilai wacana pemungutan suara dengan menggunakan kotak suara keliling, tidak memungkinkan diterapkan di wilayah luar Pulau Jawa."Bagaimana untuk di Indonesia Timur dan Indonesia Tengah. Seperti Papua dan NTT, NTB dan Sulawesi. Di sana wilayahnya kepulauan dan pegunungan. Pasti jalur yang ditempuh cukup sulit dan memakan waktu berhari hari-hari," terangnya.Karena itu, dia meminta KPU dapat mengkaji kembali wacana pemungutan suara secara keliling. Karena sebagian wilayah geografis di Indonesia tidak memungkinkan dilakukan hal tersebut.

BACA JUGA:  Keren, Ini Mural Chadwick Boseman yang Diresmikan Disneyland

Menurutnya, pemungutan suara keliling juga memakan biaya yang cukup besar dan rentan terjadi kecurangan. Sebab, sangat sulit mengawasinya. Azis menyarankan waktu pemungutan suara Pilkada Serentak 2020 dapat diperpanjang sampai pukul 17.00.Sebelumnya, KPU RI mewacanakan penggunaan metode tambahan untuk digunakan dalam pemungutan suara Pilkada 2020 yaitu kotak suara keliling (KSK). KPU menilai metode tersebut memungkinkan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) berkeliling dari satu rumah ke rumah lainnya untuk memfasilitasi pemilih menggunakan hak suara. Metode KSK itu diwacanakan sebagai cara alternatif karena kemungkinan waktu pemungutan suara Pilkada 2020 dilaksanakan di tengah pandemi COVID-19.Sementara itu, Deputi Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Hurriyah mengkritisi PKPU Nomor 13 Tahun 2020 yang masih membuka ruang adanya pertemuan tatap muka pada tahapan kampanye di Pilkada Serentak 2020.

BACA JUGA:  Brantas Abipraya Percantik Labuan Bajo, Bakal Jadi Waterfront City

"Kami sangat menyayangkan hal itu. Karena di dalam regulasi masih dibuka ruang untuk partai politik maupun peserta pemilu mengumpulkan massa walaupun ada catatan soal protokol kesehatan," ujar Hurriyah di Jakarta, Jumat (25/9).Seperti diketahui, pada PKPU terbaru disebutkan kampanye pemilihan serentak lanjutan dapat dilaksanakan dengan metode pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka dan dialog. Aturan tersebut tertuang pada Pasal 57 Huruf a dan b.Menurutnya, ketentuan memperbolehkan pertemuan tatap muka pada PKPU menjadi multi tafsir. Karena peserta pemilu bisa memiliki berbagai alasan untuk melakukan pertemuan tatap muka dengan pemilih. "Peserta pemilu bisa dengan mudah saja menginterpretasikan.Hurriyah menilai KPU terlalu normatif dalam membuat peraturan. Seolah-olah peserta pemilu maupun pemilih telah patuh sepenuhnya terhadap protokol kesehatan COVID-19."Padahal faktanya banyak sekali peserta pemilu maupun pemilih yang melanggar. Lihat saja waktu tahapan pendaftaran. Banyak sekali terjadi pelanggaran protokol kesehatan," imbuhnya.Dia berpendapat apabila Pilkada Serentak 2020 tetap digelar di tengah pandemi COVID-19, maka ketentuan pertemuan tatap muka, seharusnya hanya diperbolehkan pada saat tahapan pencoblosan."Pertemuan offline hanya diperbolehkan jika berkaitan dengan pemberian suara. Di situ KPU bisa memastikan agar protokol kesehatan bisa dijalankan dengan benar. Ketentuan offline harusnya hanya berlaku untuk itu. Di luar itu, seperti sosialisasi dan kampanye diatur dalam bentuk online," pungkasnya.(rh/fin)

Admin
Penulis