Dampak Larangan Kampanye Terbuka Meluas

Dampak Larangan Kampanye Terbuka Meluas

JAKARTA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mendorong KPU membuat aturan untuk memperbanyak peserta Pilkada Serentak 2020 untuk memasang iklan kampanye di televisi dan radio secara adil dan merata. Hal ini dianggap solusi terhadap keterbatasan akses daring (dalam jaringan) khususnya daerah-daerah yang tak terjangkau internet. Anggota Bawaslu Rahmat Bagja menyatakan, hal tersebut merupakan dampak atas pelarangan metode kampanye terbuka. Sehingga masyarakat tidak bisa mendengar langsung visi dan misi dari para peserta pilkada. Iklan kampanye di televisi dan radio menurutnya bisa memberikan informasi yang diperlukan masyarakat pemilih. "Masyarakat butuh informasi dari para calon pemimpinnya sehingga bisa menentukan pilihan yang terbaik saat hari pemungutan suara nanti," ucapnya. Iklan kampanye melalui televisi dan radio dianggap salah satu solusi yang tepat dalam menyikapi kondisi pandemi covid 19.

BACA JUGA: BSU Gelombang Terakhir Diserahkan BPJAMSOSTEK Ke Kemnaker

Jika melalui daring, butuh jaringan internet dan kuota. Tentu akan memberatkan masyarakat. “Kami tidak bisa mendorong mereka (masyarakat-red) untuk mendapatkan fasilitas wifi untuk melihat kampanye," tuturnya. Bagja mengakui kualitas jaringan internet yang tidak merata juga menjadi kendala bagi Bawaslu di daerah terpencil dalam upaya penyelesaian sengketa. "Seperti di Boven Digoel, Provinsi Papua. Koneksi internet sangat sulit. Maka ada kemungkinan proses penyelesaian sengketa akan tatap muka. Tentu tetap wajib mentaati protoko kesehatan," tuturnya. Terpisah, Ketua Bawaslu Abhan meyakinkan pihaknya akan melakukan pengawasan elektoral dan non-elektoral seperti protokol kesehatan pencegahan penyebaran covid-19. Untuk itu, dalam pelaksanaan pilkada kali ini, dirinya berharap bukan hanya menghasilkan pemilihan yang luber dan jurdil. Tetapi juga memastikan tetap sehat.

BACA JUGA: Telkom Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional lewat Peningkatan TKDN

“Memang dengan adanya pandemi ini banyak tantangan. Namun, sebagai penyelenggara kami tetap optimis. Syarat utama adalah tertib kesehatan,” katanya saat menjadi pembicara dalam Webinar Menyongsong Pilkada Serentak 2020, Kamis (1/10). Menurutnya, Bawaslu menjadi bagian dari yang punya kewenangan untuk melakukan penindakan. Akan tetapi dalam menerapkan protokol pencegahan penyebaran covid-19 ada ketentuan pidana lainnya, Abhan meyakinkan penindakan juga dilakukan lembaga penegak hukum lainnya lainnya seperti kepolisian. “Ini bisa kena semua pihak, bukan hanya oleh peserta. Penindakan bukan hanya menjadi tanggung jawab Bawaslu melainkan menjadi tanggung jawab lembaga terkait seperti kepolisian. Kita perlu kerja bersama. Tanpa ada koordinasi dan kerja bersama maka akan berat,” tuturnya.

BACA JUGA: Tokoh JIL: Seharusnya NU yang Pantas Angkat Isu PKI, Bukan Malah Gatot Nurmantyo untuk Tujuan Politik

Abhan menyambut baik terbitkanya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 yang menerapkan aturan prokol kesehatan dalam Pilkada 2020. “Misalnya satu TPS ditetapkan maksimal 500 pemilih. Bisa diatur waktunya agar tidak terjadi kerawanan,” sebut dia. Memasuki hari keenam tahapan kampanye, masih ada temuan-temuan terkait pelanggaran protokol kesehatan. Temuan itu antara lain ada di 35 kabupaten/kota seperti tidak pakai masker. Namun menurutnya jumlah tersebut mengecil apabila dibandingkan dengan pelanggaran saat pendaftaran bakal calon. “Saat penetepan paslon tak banyak pelanggaran seperti saat pendaftaran bapaslon. Kami terus memetakan potensi kerawanan seperti penerapan protokol kesehatan secara ketat apabila kampanye daring dan media sosial tidak bisa dilaksanakan mengingat keterbatasan jaringan internet,” papar Abhan.

BACA JUGA: Per September 2020, Realisasi Program PEN Melalui LPDB-KUMKM Capai Rp1 Triliun

Plh Ketua KPU Ilham Saputra menyatakan, PKPU Nomor 13 Tahun 2020 salah satunya mengubah metode kampenye tatap muka menjadi kampanye daring dan melalui media sosial. “Tadinya ada kegiatan olahraga, bazar, perlombaan dihapus dan diganti dengan kampanye media sosial dan media daring. Tetapi masih ada pertemuan tatap muka, kami membatasi dilaksanakan di ruang tertutup dengan maksimal 50 orang yang kapasitas ruangannya dua kali dari jumlah peserta. Dalam kampanye ada pula larangan tertulis mengikutsertakan anak-anak, ibu hamil atau menyusui, dan lansia,” sebutnya. Saaat pemungutan suara, dia menyebutkan, formulir kedatangan dibagi berdasarkan jam. Lalu dalam antrian ada batasan minimal satu meter dan penyiapan cuci tangan dan sabun. “Petugas menggunakan APD yang akan meneteskan tinta sehingga tinta tidak lagi dicelup. TPS juga disemprot diinfektan secara berkala,” jelas Ilham. Selain itu, dia merasa perlunya aturan yang bisa melengkapi berupa Perppu atau revisi UU dalam mengisi kekosongan hukum. Misalnya imbauan pemilih berusia 45 tahun ke atas agar tak lagi datang ke TPS. “Ini perlu terobosan hukum seperti kotak suara keliling dan surat suara via pos. Hal itu sudah diatur dalam UU Pemilu 7/2017 namun belum diatur dalam UU Pemilihan 10/2016,” akunya. Selain itu, KPU juga sedang menyiapkan e-rekapitulasi dalam mencengah pengumpulan massa. “Rekapitulasi tingkat kecamatan memang bisa ditiadakan namun ada kendala adanya peraturan perundang-undangan yang masih menetapkan rekapitulasi tingkat kecamatan. Karena itu, perlu ada pelengkap aturan,” tegasnya. (khf/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: