Program Vaksinasi Harus Dikawal 

Program Vaksinasi Harus Dikawal 

JAKARTA - Pemerintah menargetkan vaksinasi massal COVID-19 akan dilakukan pada 2021 mendatang. Program ini harus dikawal sebaik mungkin oleh seluruh pemangku kepentingan. "Vaksinasi COVID-19 ini harus dikawal secara baik. Sehingga program ini dapat berjalan sesuai prosedur dan juga dieksekusi. Tujuannya agar masyarakat yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sudah sesuai dengan peraturan Badan POM," ujar Direktur Utama PT Bio Farma, Honesti Basyir Honesti Basyir di Jakarta, Minggu (18/10). Seperti diketahui, Pemerintah telah menetapkan 170 juta jiwa, atau sekitar 60 persen dari total jumlah penduduk Indonesia akan mendapatkan suntikan vaksin COVID-19. Indonesia memerlukan vaksin sebanyak 340 juta dosis dalam kurun waktu setahun.

BACA JUGA: Fadli Zon Bela Anak-anak STM yang Ikut Demo: Jangan Diintimidasi, Mereka Juga Punya Hak

"Pengawalan harus dilakukan mulai dari uji klinis fase 3, produksi hingga distribusi dari Bio Farma. Mulai tingkat provinsi sampai tingkat puskesmas.  Termasuk tenaga kesehatan yang memberikan vaksin COVID-19 kepada masyarakat," papar Honesti. Meski vaksin sedang dalam proses uji klinis, Honesti meminta masyarakat tetap disiplin menjalankan 3M (Memakai Masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak). Menurutnya, selama vaksin belum ditemukan, protokol kesehatan adalah cara terampuh untuk mencegah terjadinya penularan COVID-19. Sementara itu, Direktur Registrasi Obat Badan POM, Riska Andalusia memberi apresiasi kepada tim peneliti uji klinis fase 3 dan tim Bio Farma. Mereka sudah menjalankan uji klinis fase 3 sesuai rencana dan time line yang ketat.

BACA JUGA: Anya Geraldine Ungkap Alasan Ogah Jadian dengan Rizky Febian

"Badan POM sebagai regulator memiliki fungsi tidak hanya melakukan fungsi pengawasan saja. Tetapi kami berupaya melakukan pendampingan. Seperti inspeksi. Kami berharap agar kegiatan uji klinis fase 3 dilaksanakan sesuai dengan prinsip Cara Uji Klinis yang Baik (CUKB) dan validitas data dapat dipertanggungjawabkan," jelas Riska. Menurutnya, hingga saat ini tidak ada laporan Kejadian Ikutan Pascaimunisasi (KIPI) atau efek samping yang berat diantara relawan- relawan vaksin COVID-19 tersebut. Dari hasil uji klinis itu, dapat dijadikan data pendukung bagi Badan POM saat mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin COVID-19. Selanjutnya, hasil dari uji klinis fase 3 tersebut akan digabungkan dengan hasil uji klinis fase 3 di negara lain. Seperti Brazil, Chille, Turki dan Bangladesh. "Uji klinis fase 3 ini dilakukan multi center study atau dilakukan di banyak tempat. Artinya uji klinis tidak hanya dilakukan di Indonesia. Tetapi juga di empat negara lain. Hasil dari setiap uji klinis di lima negara tersebut, akan digabungkan. Kemudian dijadikan dasar sebagai pemberian izin untuk memproduksi vaksin COVID-19 di kemudian hari," paparnya. Setelah uji klinis fase 3 selesai, vaksin COVID-19 akan diproduksi oleh Bio Farma. Proses produksi harus memenuhi aspek mutu atau kualitas. Badan POM akan terus melakukan pengawasan. Terutama untuk pemenuhan peraturan Cara Pembuatan Obat yang Baik. "Tiga aspek khasiat, keamanan dan mutu, harus dipenuhi oleh Bio Farma. Sebagai pendaftar vaksin COVID-19 untuk nanti dinyatakan layak atau tidak oleh Badan POM guna diproduksi hingga distribusinya," ucap Riska.(rh/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: