Covid Bertambah, Pariwisata Terpukul

JAKARTA - Pemerintah memutuskan memangkas cuti bersama libur akhir tahun 2020. Tujuannya agar tak terjadi ledakan kasus COVID-19 seperti pada libur panjang akhir Oktober lalu. Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menyebut kebijakan pemerintah yang memangkas cuti bersama akhir tahun 2020 harus diikuti penegakkan protokol kesehatan (prokes). Selain itu pemerintah juga harus mampu mengendalikan pergerakan massa. "Tanpa protokol kesehatan yang ketat, upaya pemangkasan cuti bersama akhir tahun akan sia-sia. Intinya jangan sampai terjadi kerumunan massa saat liburan akhir tahun yang berpotensi menciptakan klaster penularan baru COVID-19," katanya dalam keterangannya, Rabu (2/12).
BACA JUGA: Soal Azan Panggilan Jihad, HRS: Nggak Betul, Indonesia Bukan Darul Jihad
Dikatakannya, pengkasan cuti bersama akhir tahun merupakan bentuk kehati-hatian pemerintah dalam upaya menekan penyebaran COVID-19. Untuk itu, para pemangku kepentingan harus bisa mengendalikan pergerakan massa agar tidak tercipta kerumunan di sejumlah tempat. "Jadi meskipun durasi liburan dikurangi, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat wajib mengendalikan pergerakan massa," ujarnya. Politikus Partai NasDem meminta upaya pencegahan terjadinya kerumunan harus benar-benar direncanakan dan diterapkan secara baik dan terukur. "Sebab potensi terjadinya kerumunan massa cukup besar," katanya.BACA JUGA: Soal Azan Panggilan Jihad, HRS: Nggak Betul, Indonesia Bukan Darul Jihad
Senada, pengamat pariwisata Universitas Jenderal Soedirman Chusmeru juga mengatakan pemerintah harus ketat dalam penegakan prokes pada libur akhir tahun. Meskipun disadarinya pemangkasan hari libur sangat memukul dunia pariwisata yang mulai sedikit menggeliat. “Langkah bijak agar perekonomian tetap bisa berjalan sebenarnya adalah mengurangi libur dua hari saja, yaitu 28 dan 29 Desember. Dengan demikian, masyarakat masih bisa menikmati libur panjang dari tanggal 30 Desember sampai 3 Januari,” ujarnya. Dikatakannya, pandemi COVID-19 bukan berarti masyarakat tidak bisa melakukan perjalanan wisata. Namun penerapan prokes harus benar-benar ditegakan. Kapasitas objek wisata saat pandemi adalah 25 – 50 persen dari biasanya.BACA JUGA: Imbas Covid-19, BNNP Wacanakan Replanning Penanganan 222 Kecamatan Lokpri
“Pemerintah harus benar-benar tegas terhadap siapa pun yang melanggar protokol kesehatan. Destinasi wisata harus selalu dipantau, jika ada pelanggaran oleh wisatawan atau pengelola, harus segera ditutup,” ujarnya. Chusmeru meminta pengusaha sektor pariwisata juga harus menyadari bahwa saat ini belum saatnya berpikir tentang jumlah kunjungan wisatawan. Namun, yang paling penting adalah bagaimana sektor kepariwisataan masih tetap bisa berjalan. “Itu semua demi keamanan dan keselamatan, meskipun mengurangi kenyamanan dalam berwisata,” ujar dia. Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio sepakat industri pariwisata harus dibuka pelan-pelan di saat pandemi. Menurutnya akan lebih baik jika tidak ada libur akhir tahun.BACA JUGA: Kemenkop UKM Fokus Kembangkan Koperasi di Kawasan Perbatasan
“Saya sangat setuju tidak diberikan libur akhir tahun. Tak perlu dikasih perpanjangan libur. Pas tanggal merah saja, tidak perlu ditambah,” ujarnya Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Indonesia Hotel General Manager Association (DPP IHGMA) I Made Ramia Adnyana keputusan memangkas libur akhir tahun membuat masyarakat semakin enggan berlibur. "Itu akan mengurangi minat berlibur. Orang libur akhir tahun tanggung jika pendek. Nggak mungkin dia libur seminggu. Jadi akhir tahun dari Christmas atau Natalan ke akhir tahun seminggu. Pasti nambah lagi dikit jadi harusnya long weekend," katanya. Dikatakannya, untuk mendongkrak bisnis pariwisata, pemerintah harus bergerak lebih gesit.BACA JUGA: Gandeng KPK, Bea Cukai Siantar Perkuat Integritas Jelang Hakordia
"Mungkin ini masukan ke Kementerian Pariwisata agar domestik market digeliatkan lebih masif, karena selama ini mungkin promonya nggak terlalu maksimal untuk domestik market. Meski ada peningkatan COVID-19 di beberapa wilayah tapi kita lakukan ketat protokol kesehatan," jelasnya. Diutarakannya, geliat pariwisata hingga saat ini belum nampak. Dari jumlah reservasi hotel, belum banyak yang memastikan untuk berlibur. "Sekarang kita tetap persiapkan untuk menyambut Christmas dan new year. Tapi kita lihat, data booking-an reservasi belum signifikan. Apalagi ada pemotongan libur dari pemerintah jadi kita nggak yakin Christmas dan new year akan booming," ungkapnya. Dikatakannya, dalam 2 pekan terakhir, belum ada perubahan signifikan terkait reservasi hotel. Masih di angka 1 hingga 2 kali dan tidak secara berurutan. Padahal saat normal, awal Desember ini angka reservasi bisa mencapai 70 persen. "Di angka 50 persen situasi gini sudah bagus. Tapi saya nggak yakin tercapai 50 persen," jelasnya. Diketahui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah menetapkan memangkas cuti bersama pada akhir tahun yang tadinya enam hari hanya menjadi tiga hari. "Secara teknis pengurangan libur itu ada tiga hari yaitu tanggal 28 hingga 30 Desember. Kesepakatan ini ditandatangani tiga menteri, Menpan RB, Menteri Tenaga Kerja, dan Menteri Agama," katanya. Dikatakannya, libur Natal dan Tahun Baru tetap ada. Kemudian ditambah dengan libur pengganti Idul Fitri yang sebelumnya dipindahkan dari Juli lalu.(lihat grafis) Muhadjir juga menegaskan pengurangan cuti bersama Idul Fitri tersebut tidak akan diganti di kemudian hari. "Dikurangi berarti tidak akan diganti. Dipangkas, dikurangi jadi tidak akan diganti," tegasnya.(gw/fin)DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Sumber: