Produktivitas Pekerja RI Kalah dengan Negara Lain

Produktivitas Pekerja RI Kalah dengan Negara Lain

JAKARTA -  Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyebut produktivitas tenaga kerja di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding dengan negara-negara lain. Bahkan output pekerja Indonesia masih rendah di bawah rata-rata negara berpendapatan menengah ke bawah. "Bicara produktivitas, memang pahit ngomong begini. Berdasarkan data bahwa produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal,'' ujar Ida Fauziyah di Jakarta, kemarin (23/12). Kurangnya produktivitas tenaga kerja, kata dia, karena upah yang ditetapkan tidak sebanding dengan yang dikerjakan. Akibatnya, produktivitas tenaga kerja di Tanah Air terus menurun.

BACA JUGA: Antisipasi Puncak Mudik, Calon Penumpang Pesawat Diingatkan Siapkan Pesyaratan Terbang

"Survei yang dilakukan ke pelaku usaha Indonesia, mayoritas responden mengatakan upah minimum yang ditetapkan di Indonesia tidak sepadan dengan produktivitas yang dihasilkan oleh pekerja,'' katanya. Menurut dia, produktivitas tenaha kerja yang menurun menunjukkan besarnya tantangan bagi investasi dan penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Berdasarkan data yang ada kemudahan berusaha Indonesia berada di peringkat 73. "Bahkan kalau dilihat lebih detail dalam indeks tersebut misalnya peringkat mendirikan usaha peringkat kita masih 40, jauh di bawah negara-negara tetangga kita," ucapnya.

BACA JUGA: Polri Pastikan Bakal Tuntaskan Kasus Dugaan Pelanggaran Prokes HRS

Sementara itu, Ida Fauziyah resmi memutuskan tidak ada kenaikan upah minimum di tahun 2021. Keputusan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/11/HK.04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada masa Pandemi Covid-19. Sejumlah pengamat ekonomi menilai UMP tidak naik pada 2021 mendatang merupakan jalan tengah, bagi pengusaha maupun buruh/pekerja di tengah pandemi covid-19. Ekonom CORE Indonesia Akhmad Akbar Susamto mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) 78 tahun 2015 tentang Pengupahan mengatur jika kenaikan UMP dihitung berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, pandemi covid-19 memengaruhi kedua indikator tersebut. Bahkan, pertumbuhan ekonomi dipastikan mengalami kontraksi tahun ini karena pandemi covid-19. Ia menuturkan jika secara kaku mengikuti rumus inflasi dan pertumbuhan ekonomi, maka UMP dan UMK bisa turun. Namun, PP tentang Pengupahan tidak mengatur jika pertumbuhan ekonomi negatif. "Jadi, pertumbuhan UMP dan UMK nol, menurut saya merupakan jalan tengah yang baik," katanya. Namun, ia menilai pemerintah harus memberikan subsidi kepada pekerja untuk meringankan beban ekonomi mereka lantaran UMP dan UMK tidak naik di tahun depan. Sebab, pandemi covid-19 membuat pekerja mengalami kesulitan finansial. (din/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: