Skenario Dissenting Opinion Keputusan MK Soal PHPU Pilpres 2024 Demi Tenangkan Rakyat, Pengamat BRIN: Sah Sah Saja

Skenario Dissenting Opinion Keputusan MK Soal PHPU Pilpres 2024 Demi Tenangkan Rakyat, Pengamat BRIN: Sah Sah Saja

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo.-FIN/Tangkapan layar YouTube MK-

FIN.CO.ID - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang diambil oleh mayoritas hakim dengan 3 hakim memberikan pendapat berbeda atau dissenting opinion pada sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 menimbulkan pertanyaan sebagian masyarakat.

Ada yang menilai Dissenting Opinion dalam memutuskan PHPU Pilpres 2024 sebagai sebuah strategi MK untuk menenangkan masyarakat. Sehingga Majelis hakim MK tidak terkesan secara mutlak memenangkan salah satu pihak.

Profesor Lili Romli, seorang Pengamat Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan, pandangan seperti itu dalam kalangan masyarakat merupakan hal sah. Namun, tidak baginya.

"Bisa saja muncul anggapan seperti itu di kalangan masyarakat. Itu sah-sah saja. Tapi saya tidak berpendapat seperti itu," ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa, 23 April 2024.

Romli menjelaskan, dalam MK terdapat dua kubu yang memiliki pandangan dan tafsir yang berbeda terhadap permohonan yang diajukan oleh pihak yang bersengketa, yaitu kubu legalistik dan kubu substansialistik.

BACA JUGA:

Pertama, kubu legalistik melihat bahwa proses pemilihan presiden telah sesuai dengan prosedur yang berlaku, serta pelanggaran yang terjadi telah ditangani oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). 

Mereka juga menegaskan bahwa tidak ada politisasi dalam pendistribusian bantuan sosial (bansos) dan penunjukan calon wakil presiden.

"Memang di MK ada dua kubu yang berbeda pandangan dan tafsir atas permohonan 01 dan 03. Pertama, kubu legalistik yang melihat bahwa pilpres sesuai dengan prosedur dan pelanggaran sudah ditangani oleh Bawaslu, tidak ada politisasi bansos dan cawe cawe presiden," jelasnya.

Sementara itu, lanjut Dia, kubu substansialistik, yang mengeluarkan pendapat dissenting opinion, melihat adanya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan pelanggaran etika dalam proses pemilihan presiden. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa perlu dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa daerah.

"Kedua, kubu substansialistik, yang melakukan dissenting opinion. Mereka melihat bawwa ada a buse of power dan a buse of ethic dalam pilpres. Sehingga perlu ada PSU di sejumlah daerah," ucapnya.

BACA JUGA:

Keputusan MK dengan 3 hakim memberikan pendapat berbeda ini menunjukkan keragaman pandangan di antara hakim yang duduk di lembaga tersebut. 

Hal ini juga menyoroti kompleksitas dalam menangani kasus-kasus politik yang memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.(fajar ilman)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Gatot Wahyu

Tentang Penulis

Sumber: