Perjuangan Sri Wahyuni, Mitra Holding Ultra Mikro dalam Sediakan Akses Keuangan Formal di Kampung Nelayan

Perjuangan Sri Wahyuni, Mitra Holding Ultra Mikro dalam Sediakan Akses Keuangan Formal di Kampung Nelayan

Perjuangan Sri Wahyuni, Mitra Holding Ultra Mikro dalam Sediakan Akses Keuangan Formal di Kampung Nelayan--

JAKARTA, FIN.CO.ID - Hidup di sekitar perkampungan nelayan di daerah Juata Laut, Tarakan, Kalimantan Utara, membuat Sri Wahyuni tidak asing dengan aktivitas rentenir. Pasalnya, para nelayan di lingkungan tempatnya tinggal sudah terbiasa melakukan pinjaman ke rentenir. Bunga yang tinggi dan mencekik tidak menghalangi masyarakat nelayan di Juata Laut untuk meminjam uang kepada rentenir.

Sebagai gambaran, untuk pinjaman senilai Rp1 juta, para nelayan pesisir ini harus membayar bunga Rp400 ribu dalam sebulan. Artinya, bunga pinjaman para rentenir tersebut mencapai 40% hanya dalam sebulan.

Tidak ada pilihan. Begitu selalu yang menjadi alasan para nelayan untuk menghindari jerat rentenir.

“Banyak yang mengeluh, pinjam ke rentenir, bank keliling. Banyak!, Bunganya ngeri, mencekik. Tapi ya memang tidak ada pilihan. Sementara mereka memang perlu modal,” jelas Sri tentang kondisi masyarakat nelayan selama ini.

Namun, sejak Holding Ultra Mikro dari BRI Group terbentuk dan pembiayaan ultra mikro (UMi) mulai masuk ke Tarakan, khususnya Juata Laut, kebiasaan itu sedikit demi sedikit berhasil dikurangi. Adalah Sri yang menjadi kepanjangan pembiayaan ultra mikro dari BRI atau Mitra UMi untuk wilayah Juata Laut, Tarakan.

Bermula pada Desember 2021, Sri mulai mengenalkan sistem pinjaman UMi kepada masyarakat Juata Laut di Tarakan. Cicilannya dinilai ringan dan fleksibel, serta memudahkan bagi masyarakat yang selama ini sudah terbiasa dengan bunga tinggi mencekik.

“Saya sebelumnya bukan AgenBRILink, hanya nasabah biasa. Saya ditawarkan oleh BRI menjadi Mitra UMi, karena di sekitar saya nelayan semua. Waktu ditunjuk, saya kaget. Tapi saya ambil juga,” cerita Sri yang seperti para tetangganya, memiliki rumah di atas laut.

Sri bercerita bahwa kehidupan nelayan penuh dinamika. Tidak sekali dua kali mereka pulang tanpa membawa tangkapan. Namun, saat hendak pergi melaut, mereka tetap perlu modal. Tidak hanya untuk membeli solar yang akan digunakan sebagai energi penggerak perahu, tetapi juga untuk bekal perjalanan lainnya.

Kendati tidak seluruhnya nelayan, namun sebagian besar para nasabah atau debitur UMi yang dilayani oleh Sri berasal dari latar belakang para pekerja yang menggantungkan penghidupannya dari hasil melaut. Hanya sebagian kecil yang berasal dari jenis usaha lainnya, seperti warung kecil/pedagang sembako.

“Nelayan setiap hari ke laut, cari ikan, cari kepiting, dijual lagi ke pos-pos di sini [darat]. Perlu modal. Untuk beli makanan, solar, perahu. Saat ada dana UMi, mereka terbantu sekali,” kata ibu rumah tangga yang sehari-hari bekerja di tambak udang ini.

Rata-rata nilai pinjaman yang diambil para nelayan tersebut mencapai Rp3 juta – Rp10 juta, untuk masa pinjaman 3 bulan – 6 bulan. Dan kini setelah berjalan selama hampir 1,5 tahun, jumlah debitur UMi yang dilayani oleh Sri pun semakin berkembang.

“Syukurlah bisa berkembang. Nasabah sekarang sudah ada sekitar 100 orang. Banyak dari mereka yang usahanya berputar dan pinjamannya bisa [memenuhi syarat] untuk berkembang,” katanya.

Meskipun tidak semua pembayaran selalu berjalan lancar dan sesuai tenggat, akan tetapi Sri justru melihat hal ini sebagai kesempatan untuk membantu sesamanya di lingkungan tempat dirinya tanggal. “Kadang ada yang kurang lancar. Tapi yang penting waktu jatuh tempo, lunas”, ujar perempuan kelahiran tahun 1966 ini.

Menjadi mitra holding ultra mikro, membawa kepuasan tersendiri bagi Sri. Sebab, meskipun kerap ada tantangan, namun kesempatan membantu masyarakat menjadi terbuka lebar. Terlebih, dengan rendahnya bunga pinjaman UMi, bisa membantu masyarakat terlepas dari jeratan bunga yang tinggi dan mencekik.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sahroni

Tentang Penulis

Sumber: