Lebaran Mik

Lebaran Mik

Bersama keluarga dr Ario Djatmiko--

Sejak itu dokter Mik memikirkan harus punya tempat praktik sendiri. Sesegera mungkin. Ia dapat rumah di Jalan Bawean, Surabaya. 

Ketika Mik mendalami kanker payudara di Belanda, ia mendapat pujian sebagai ahli yang mumpuni. Tapi ia juga menerima nasihat dari profesornya di sana: semua yang Anda pelajari ini tidak ada gunanya kalau Anda tidak punya  satu tim yang kuat. Untuk menangani kanker payudara harus ada empat dokter berbeda spesialisasinya: ahli kanker dan bedah kanker, ahli patologi, ahli anestesi dan ahli gizi.

Nasihat itu membekas dalam di hati dokter Mik. Ia membenarkan prinsip itu. Banyak dokter ahli yang sulit bekerja sama dalam satu tim yang baik. 

Misalnya ketika dokter Mik masih menjadi ahli bedah umum. Ia harus menangani pasien dari Banjarmasin. Ada penyakit di dekat mata kakinya. Harus dioperasi. Untuk itu harus dibiopsi dulu. Agar tahu ada kankernya atau tidak. Begitu ada kanker maka kaki itu harus diamputasi. Agar tidak menyebar.

Pemeriksaan biopsi itu dilakukan oleh ahli patologi. Ia hanya ahli bedah. Sang patolog memastikan ada kanker di dekat pergelangan kaki itu. Maka dokter Mik memotong kaki pasiennya.

Setelah diperiksa lebih dalam ternyata tidak ada kanker di situ. Dokter Mik terpukul secara mental. Tapi ia bukan patolog yang menentukan kanker atau bukan kanker. 

Lain kali dokter Mik juga harus memotong daging di dekat pipi pasien. Dasarnya: patolog mengatakan ada kanker di situ. Dokter Mik minta kepastian apakah benar ada kanker. Dijawab: pasti.

Setelah hasil irisan dibawa ke Eropa ternyata diketahui sama sekali tidak ada kanker. Si pasien, seorang pengusaha, komplain ke dokter Mik. Yang dikomplain mengakui kesalahannya, meski yang salah adalah patolognya.

"Saya mengaku salah. Saya akan  ganti seluruh biaya yang sudah dikeluarkan. Apa boleh buat," kenang Mik.

Akhirnya si pengusaha memeluk dokter Mik. "Anda orang baik. Gentlemen. Mau mengakui salah," ujarnya. Lalu mengembalikan uang ganti rugi itu. Mungkin saking senangnya ia tidak jadi menderita kanker.

Begitu penting keberadaan tim dalam penanganan operasi pasien. Sejak itu dokter Mik ingin ada bagian kanker di Surabaya yang punya tim andal. Maka lahirlah lembaga penanganan kanker satu atap di RSUS dr Soetomo Surabaya.

Dokter Mik tidak puas dengan lembaga yang sudah diberi nama satu atap itu. "Atapnya memang satu tapi sekat-sekatnya banyak," guraunya.

Itulah sebabnya dr Mik membangun sendiri poliklinik kanker. Cita-cita membentuk satu tim yang andal ingin ia wujudkan di klinik Onkologi Surabaya. Ia kirim banyak dokter muda ke luar negeri. Agar mereka bisa belajar pentingnya satu tim yang kuat.

Ia membeli alat mamografi termahal yang pernah ada di Indonesia saat itu. Tapi yang ia utamakan tetap pembentukan tim yang andal.

Pasien klinik ini menjadi terlalu banyak. Tidak mampu menampung lagi. Tapi untuk membangun rumah sakit dokter Mik menyadari: ia bukan pengusaha. Prinsip baik-baru kalah dengan menang-kalah dan untung-rugi. 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber:

Berita Terkait

Jaga Hati

2 hari

Nilai Nol

1 minggu

Perang Bukan

1 minggu

Fokus Tiga

1 minggu

Zeni

1 minggu