Arab Yahudi

Arab Yahudi

--

Saya pilih bertanya ke staf terminal: berapa kira-kira kalau harus carter mobil. Strategi bertanya lebih dulu ini betul sekali. Ternyata murah sekali. Jaraknya hanya 120 km. "Mungkin 130 riyal," ujarnya. Bayangan saya, 1000 riyal. 

Saya pun melangkah meninggalkan terminal. Ke deretan mobil. Tapi staf itu memanggil saya. "Mungkin 150 riyal," katanya.

Angka itu pun masih ok. Daripada 1000. 

Maka saya sampai ke deretan mobil.

"200 real," jawab pemilik taksi gelap itu. Yang terang tidak ada di situ. 

Itu pun masih ok. Daripada 1000.

Saya pun masuk mobil. Toyota entah jenis apa. Agak tua. Kotak di dashboard-nya sudah dibalut lakban.

Begitu saya masuk mobil, ia memejamkan mata sejenak. "300 riyal," katanya. Usianya sudah sekitar 65 tahun. Garis wajahnya berkerut keras dan terlihat lebih  tua. Ia pakai baju putih panjang khas Arab. Di kepalanya sorban mengigal lusuh. 

Ok. Setua itu masih mencari rejeki di jalanan. Itu belum sampai sepertiga bayangan 1000.

Mobil pun dijalankan. Lalu masuk stasiun pompa bensin. Dari lirikannya saya paham: harus bayar. Saya pikir bayar 100 dulu. Yang penting bensin terisi. Ternyata ia minta lunas.

Langsung saya lunasi. Untuk apa baku kata. Andai ditipu pun hanya 300 riyal. Bukan 1000.

Dengan uang itu ia pun isi bensin. Saya buang amoniak. Lega. Tadi pagi terlalu banyak minum. Begitulah kebiasaan saya bangun tidur: minum air hangat setengah liter. Lalu minum obat. Lalu melaksanakan ritual pagi. Setelah itu minum lagi setengah liter. Olahraga.

Pagi ini olahraga saya jalan kaki ke terminal 30 menit.

Selesai buang amoniak ia sudah tidak terlihat di pompa bensin lagi. Saya jelalatan sapu pandang ke sekitar: oh ia di sana. Di depan bengkel. Kap mobilnya lagi dibuka. Ia terlihat mengutak-atik mesin. Lalu ambil selang udara. Ia semprot semua bagian mesin. Debu berterbangan. Mesin pun bersih. Sebagian debu pindah ke pakaiannya. Ia semprot pakaian itu dengan selang udara. Sebagian pindah ke pakaian saya. Ia semprot pakaian saya. Sambil tertawa. Giginya kelihatan kuat, menghitam. Gerahamnya mengeras.

Kami pun siap keluar kota. Ia minta saya membuat video gedung-gedung tinggi yang baru. Saya video juga wajahnya. Ia tertawa senang. Ia suka saya ambil video wajahnya. Saya suka memvideonya dengan alasan lain: kalau ada apa-apa punya rekam jejak seperti apa orangnya.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber:

Berita Terkait

Jaga Hati

3 hari

Nilai Wong

1 minggu

Nilai Nol

1 minggu

Perang Bukan

1 minggu

Fokus Tiga

1 minggu

Zeni

2 minggu