Radikal Shofa

Radikal Shofa

--

Kini kajian ushul fikih itu dilakukan secara online. "Mereka tertarik. Ternyata mereka tidak pernah belajar ilmu ushul fikih," ujar ujar Shofa.

Shofa sudah menulis banyak buku. Tapi ia lagi menyiapkan satu buku lagi. Tebal. Penting. 700 halaman lebih. Ia buat buku terbarunya itu nanti sebagai monumen hidupnya. Itu akan menjadi karya ''master peace'' dalam hidupnya. Ia sudah punya judulnya: Risalah Jihadis.

Belakangan Shofa mulai aktif di NU wilayah DKI Jakarta. Ia jadi pengurus lembaga bahtsul masail. Yakni forum yang membicarakan posisi kasus-kasus masa kini dalam hukum Islam.

Para mantan teroris itu umumnya bukan dari NU. Sejauh ini tidak ada yang menolak Shofa. Memang Shofa tidak dipanggil ustad seperti kebiasaan mereka memanggil ustad mereka. Tapi itu bukan pertanda penolakan. Justru Shofa sendiri yang jadi terbiasa memanggil mereka sebagai ikhwan dan antum (kamu). Shofa juga terbiasa menyebut dirinya sendiri dengan panggilan ana (saya). Itulah istilah-istilah yang selalu digunakan di antara para penganut wahabi. 

"Saya yang akhirnya justru terbiasa menggunakan istilah mereka itu. Nggak masalah. Bisa akrab," ujarnya.

Rupanya di antara mereka akhirnya tahu kalau Shofa itu NU. Buktinya mulai ada yang memanggil Shofa dengan Gus. Bahkan mulai ada yang memanggilnya kiai.

Ayah Shofa memang kiai di Blora. Sang ayah juga ketua syuriah NU cabang Blora.

Usaha yang dilakukan Shofa ini tentu jauh dari tepuk tangan dan publikasi. Tidak pernah Shofa mengundang mereka ke hotel bintang lima. Atau ke kafe yang mahal. Tidak pernah pula memberikan uang.

Begitu mahal upaya deradikalisasi mantan teroris. Shofa memilih jalan murah apa adanya. (*)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber:

Berita Terkait

Nilai Nol

2 hari

Zeni

6 hari

Hari Raya

1 minggu

Madinah Kafe

1 minggu