KTT G20 Harus Jadi Langkah Strategis Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia

KTT G20 Harus Jadi Langkah Strategis Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia

Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Centre (IKAL SC) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa (Ist)--

BACA JUGA:Pengamat: RI Negara Kepulauan, Pembangunan Sektor Kemaritiman Pasca 2024 Harus Tetap Berlanjut

BACA JUGA:Perang Rusia Ukraina Ternyata Bisa Berdampak Positif Bagi Dunia Maritim dan Pelaut Indonesia Lho

"Sebab persoalan ZEE ini kerap muncul ke permukaan dan tidak jarang pula memunculkan konflik antara nelayan Indonesia dan nelayan asing atau nelayan Indonesia dengan pihak aparat penegak hukum negara lain dan sebaliknya," kata Capt Hakeng. 

KTT G20 diharapkan juga menghasilkan suatu kesepakatan dalam memberikan perhatian dan perlindungan bagi para penyumbang devisa negara yakni Pelaut Kapal Niaga ataupun Pelaut Perikanan. 

Sebab, masih banyak perlakuan kurang adil yang diterima oleh Pekerja Migran Indonesia terutama yang bekerja sebagai Pelaut Perikanan (PMI PP) yang bekerja di atas Kapal Penangkap Ikan Berbendera Asing.

Berdasarkan laporan studi bertajuk "Potret Kerawanan Kerja Pelaut Perikanan di Kapal Asing: Tinjauan Hukum, HAM, dan Kelembagaan" yang diluncurkan Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) pada 31 Agustus 2022 lalu,  PMI PP masih dihadapkan dengan praktik-praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia. 

BACA JUGA:Harga Emas Antam 16 November 2022 Naik Rp8.000, Harga Buyback-nya Juga Naik

BACA JUGA:Simak Disini, Harga Emas Antam, Batik, Retro dan UBS di Pegadaian 16 November 2022

Tim Peneliti IOJI mengidentifikasi lima akar masalah yang menghambat perlindungan PMI PP, antara lain 1) kelemahan instrumen hukum di tingkat internasional, regional, nasional, dan daerah; 2) tumpang tindih kewenangan dan kelembagaan dalam perlindungan PMI PP; 3) ketimpangan relasi kuasa antara PMI PP dan pemberi kerja; 4) pelanggaran sistemik pada proses perekrutan dan penempatan PMI PP; serta 5) kelemahan sistem informasi, penanganan pengaduan, dan rendahnya akuntabilitas.

"Dari temuan tersebut diharapkan pemerintah dapat melakukan perundingan dengan negara-negara lain yang banyak memanfaatkan tenaga kerja Pelaut Perikanan Indonesia. Sehingga dapat ditemukan titik terang penyelesaian yang saling menguntungkan," pungkas Capt Hakeng.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sigit Nugroho

Tentang Penulis

Sumber: