Tiga Aplikasi Ini Paling Sering Digunakan Siswa untuk Melakukan Aksi Cyberbullying

Tiga Aplikasi Ini Paling Sering Digunakan Siswa untuk Melakukan Aksi Cyberbullying

Korban Bully, Image oleh Ulrike Mai dari Pixabay--

JAKARTA, FIN.CO.ID - Menurut sebuah survei, internet bertanggungjawab atas fenomena bully atau perundungan di dunia maya (cyberbullying).

Menurut studi yang dilakukan Center For Digital Society (CfDS), ditemukan bahwa setidaknya 1895 siswa, mengaku pernah jadi korban bully di dunia maya.

Menariknya lagi, 1.182 siswa mengaku jadi pelaku bully lewat akses internet yang mereka miliki.

(BACA JUGA:WhatsApp Hadirkan Fitur Transfer Obrolan dari Android ke iPhone, Mulai dari Teks, Foto, Suara hingga Video)

Adapun beberapa platform populer yang digunakan pelaku cyberbullying ini adalah seperti WhatsApp, Instagram dan Facebook, yang ketiganya adalah milik Meta.

Dari situ, ditemukan bahwa jenis-jenis cyberbullying ini adalah seperti kekerasan siber, pencemaran nama baik serta pengucilan.

Sementara itu menurut UNICEF, dampak dari cyberbullying adalah meliputi aspek mental, emosional dan fisik.

Mereka yang terdampak mentalnya merasa kesal, malu, bodoh dan marah-marah dengan dirinya sendiri.

Secara emosional, mereka yang jadi korban cyberbullying mengaku kehilangan minat akan hal yang sebelumnya mereka sukai.

Secara fisik, efek dari cyberbullying ini adaah seperti keluhan lelah akibat kurang tidur, sakit perut dan sakit kepala.

Cara mencegah Bully di Lingkungan Sekolah

Aksi bully sering kali terjadi di lingkungan sekolah. Dan hal ini kerap terlewatkan oleh para pengajar.

Kendati demikian, bukan berarti aksi bully di lingkungan sekolah bisa dibiarkan begitu saja. Karena menurut ahli, hal ini bisa diberantas, jika saja sekolah tau cara mengindentifikasi dan merespon terhadap aksi perundungan.

Hanya saja untuk mencegah bully di lingkungan sekolah, ada proses yang harus dijalani para pengajar, untuk lebih terlibat dalam masalah ini.

Berikut cara mencegah aksi bully di lingkungan sekolah, menurut associate professor dari Lesley University, Susan Patterson dalam laman resmi universitas di Cambridge itu.

1. Pengajar diminta untuk mampu mengajarkan arti dari kebaikan dan empati. Ketika para siswa mampu memahami arti dari sebuah masalah (kehidupan) dari berbagai sudut pandang, maka kemungkinan kecil bagi mereka untuk menjadi seorang perundung.

2. Ajarkan kepada para siswa untuk mengerti arti dari sebuah komunitas di dalam kelas, guna mencegah aksi bully di lingkungan sekolah.

3. Pengajar harus mampu mengenali prilaku bullying di lingkungan mereka mengajar. Ini yang kerap terlewatkan.

4. Pengajar harus mampu memberikan pengertian, tentang bahaya perundungan kepada para siswanya

5. Pengajar juga harus mampu menghindari aksi bully dari guru ke siswa, sebagaimana juga banyak dilaporkan terjadi dalam lingkungan pendidikan.

6. Pengajar tidak hanya harus tau cara mengenalinya, namun juga bagaimana merespon terhadap aksi bully.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Makruf

Tentang Penulis

Sumber: