Zaytun Deposito

Jumat 26-05-2023,06:00 WIB
Reporter : Afdal Namakule
Editor : Afdal Namakule

NU, karena dianggap partai tengah, tidak jadi sasaran operasi ''cara apa pun'' itu. Hanya bagian-bagian kecil yang kena sasaran. Intinya: NU boleh tetap hidup tapi tidak boleh mengalahkan Golkar. 

Di lain pihak, sebagian tokoh Masyumi sendiri tidak mau partai itu dihidupkan lagi. Untuk apa. Tujuan Masyumi sudah tercapai: PKI sudah dibubarkan oleh Soeharto. "Partai itu, kalau tujuannya sudah tercapai, ya sudah. Bubar saja," ujar Panji Gumilang mengutip ucapan ayahnya.

Ayah Panji Gumilang memang termasuk di kelompok yang tidak setuju Masyumi dihidupkan lagi. Orang Masyumi justru harus mendukung pemerintahan Soeharto. Soehartolah yang ternyata berhasil membubarkan PKI. Bukan Masyumi.

Maka Panji sangat dekat dengan Orde Baru. Ikut menyukseskan misi membawa Indonesia ke tengah. 

Maka, Panji, yang sebenarnya datang dari kelompok anti-PKI, kemudian digebuki oleh kelompoknya sendiri. Apalagi sebagian kelompok itu ada yang terpancing masuk jaringan Komando Jihad/NII. Ini semacam ''perang'' di internal sesama kelompok lama anti PKI.

Dan Panji terus bergeser ke tengah. Ia di kanan tapi menjauhi bandul kanan. Kadang bandulnya terlalu jauh dari kanan. Melukai yang kanan.

Tokoh seperti Natsir sendiri lantas lebih aktif di gerakan dakwah. Ia sangat berwibawa di organisasi internasional seperti Rabithah Alam Islami. Panji direkrut organisasi ini. Menjadi perwakilannya di Sabah selama 10 tahun.

Maka ia pun pantas dituduh Wahabi. "Saya ini wahabi yang sering ke makam," guraunya. 

Yang menuduh begitu memang punya amunisinya. Bagi Panji itu tidak masalah. Ia mengatakan hidup itu perlu bukti. Mana yang lebih NKRI: dirinya atau yang menuduh itu.

Panji pun memilih jalan nonpolitik: pendidikan. Energinya ia habiskan di Al-Zaytun. Begitu besar hambatannya. Ia seperti terus menyimpan api di dalam sekam. Yang setiap tahun, menjelang penerimaan siswa baru, meletus ke atas permukaan.

Tapi ia jalan terus. 

Kini, seperti ia katakan, perputaran uang di Al-Zaytun mencapai Rp 500 miliar setahun. Ia tetap fokus. Tidak mau masuk politik.

Bagaimana Zaytun bisa berkembang begitu cepat –meski belakangan kalah cepat dengan pesantren NU seperti Amantul Ummah di Pacet, Mojokerto dan Bina Insan Mulia di Cirebon?

"Saya diajari pengusaha Tionghoa Robert Tantular," ujarnya pada saya di dalam mobil itu.

Saya kenal Robert. Ia pemilik bank CIC yang agresif. Bank itu termasuk yang akhirnya dilikuidasi dan masuk BPPN.

Kategori :

Terkait

Sabtu 18-05-2024,06:00 WIB

Untung Siksa

Jumat 17-05-2024,06:00 WIB

Lia Ahok

Kamis 16-05-2024,06:00 WIB

Lia Simple

Selasa 14-05-2024,06:00 WIB

Lia Camino

Minggu 12-05-2024,06:00 WIB

James Today