Indonesia Dorong Transformasi Bisnis Kehutanan Regeneratif untuk Pertumbuhan Rendah Karbon

fin.co.id - 12/11/2025, 19:52 WIB

Indonesia Dorong Transformasi Bisnis Kehutanan Regeneratif untuk Pertumbuhan Rendah Karbon

Diskusi bertajuk “Regenerative Forestry Business: A Bridge to Low-Carbon Development and Social Equity in Indonesia” di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim ke-30 (COP30) UNFCCC di Belém, Brasil, Senin (11/11/2025).

fin.co.id - Pemerintah Indonesia mendorong transformasi sektor kehutanan menuju model bisnis regeneratif yang menyeimbangkan konservasi ekologi, pertumbuhan ekonomi, dan keadilan sosial.

Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Kehutanan Laksmi Wijayanti dalam diskusi bertajuk “Regenerative Forestry Business: A Bridge to Low-Carbon Development and Social Equity in Indonesia” di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim ke-30 (COP30) UNFCCC di Belém, Brasil, Senin (11/11/2025).

Laksmi mengatakan, bisnis kehutanan regeneratif merupakan pergeseran fundamental dari model ekstraktif ke model berbasis regenerasi.

Kebijakan ini berlandaskan tiga pilar utama yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial, yang diintegrasikan melalui skema Multi Usaha Kehutanan (MUK).

“Transformasi ini menempatkan kehutanan sebagai pilar utama pertumbuhan hijau Indonesia,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Penasehat Senior Menteri Kehutanan Silverius Oscar Unggul menekankan pentingnya pendekatan lanskap dalam implementasi kehutanan regeneratif.

Ia menilai integrasi antara konsesi kehutanan dan perhutanan sosial perlu segera diwujudkan melalui identifikasi lanskap prioritas di sejumlah provinsi sebagai proyek percontohan.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Soewarso yang hadir pada sesi diskusi itu mengatakan bahwa bisnis kehutanan regeneratif adalah masa depan industri kehutanan Indonesia, bukan sekadar menanam pohon, tetapi memulihkan ekosistem, memperkuat ekonomi masyarakat, dan menata ulang model usaha agar selaras dengan alam dan iklim.

“Melalui pendekatan multiusaha kehutanan yang mengintegrasikan kayu, hasil hutan bukan kayu, karbon, dan jasa lingkungan, anggota APHI berpeluang untuk membuktikan bahwa bisnis hijau mampu menciptakan nilai ekonomi sekaligus manfaat sosial dan ekologis,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal APHI Purwadi Soeprihanto menambahkan, perlu kolaborasi lintas sektor dan konsistensi kebijakan untuk memperluas skala bisnis kehutanan regeneratif.

Sejak lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, arah investasi kehutanan bergeser dari eksploitasi menuju regenerasi, membuka ruang bagi pengembangan hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan, dan pembiayaan hijau.

“Namun tantangan masih nyata mulai dari integrasi hulu-hilir, keterbatasan infrastruktur untuk mendukung logistik, modal hingga akses pasar, hingga mekanisme bagi hasil yang adil bagi masyarakat,” ujarnya.

“Karena itu, APHI berkomitmen memperkuat tata kelola berbasis lanskap dan membangun kemitraan inklusif agar kehutanan regeneratif menjadi pilar utama transformasi ekonomi hijau Indonesia.” (*)

Sahroni
Penulis