Kesehatan . 19/10/2025, 17:23 WIB

Kasus Timothy Anugerah, Psikiater: Bunuh Diri adalah Puncak Kegagalan Dukungan Kampus

Penulis : Sigit Nugroho
Editor : Sigit Nugroho

fin.co.id - Kasus dugaan bunuh diri mahasiswa Universitas Udayana (Unud), Timothy Anugerah Saputra, mengguncang publik. Ia diduga mengakhiri hidup setelah mengalami perundungan (bullying) di lingkungan kampus. Tragedi ini menjadi sorotan tajam terhadap minimnya empati sosial dan lemahnya sistem dukungan kesehatan mental di dunia pendidikan tinggi.

Psikiater klinis dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Indah Wulan, Sp.KJ, menilai kasus ini sebagai “alarm merah” atas kegagalan institusi pendidikan dalam menciptakan lingkungan yang aman dan sehat secara psikologis. Ia menegaskan bahwa kasus Timothy tidak bisa hanya dilihat dari sisi individu, tetapi juga dari ekosistem sosial dan kebijakan kampus yang belum berpihak pada kesehatan mental mahasiswa.

Dampak Traumatik dari Perundungan Digital

Menurut dr. Indah, perundungan yang terjadi di ruang digital atau media sosial (siberbullying) memiliki dampak destruktif yang lebih dalam dibanding perundungan langsung. “Bullying bukan sekadar candaan atau gesekan sosial. Bagi korban, ini adalah trauma berulang yang perlahan mengikis harga diri dan memunculkan rasa putus asa,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa media sosial kerap memperburuk kondisi korban. Perundungan yang viral menciptakan rasa malu yang tak berujung. Setiap komentar negatif yang terus muncul di linimasa menjadi pengingat konstan bahwa korban tidak bisa melarikan diri dari tekanan sosial. “Saat rasa malu dan keputusasaan menumpuk, pikiran untuk mengakhiri hidup muncul sebagai satu-satunya jalan keluar,” katanya.

Krisis Empati dan Gagalnya Sistem Kampus

Dr. Indah menilai, tragedi ini menyingkap betapa rapuhnya sistem dukungan kesehatan mental di kampus. Ia mengajak seluruh institusi pendidikan untuk melakukan refleksi mendalam: apakah mereka benar-benar menyediakan ruang aman bagi mahasiswanya?

Ia menguraikan tiga titik lemah utama yang perlu diperbaiki. Pertama, akses terhadap layanan psikologis masih terbatas dan sering diselimuti stigma. “Mahasiswa enggan mendatangi konselor karena takut dicap lemah atau tidak stabil,” ujarnya.

Kedua, kampus belum serius dalam edukasi antar-mahasiswa. Menurutnya, mahasiswa perlu belajar tentang etika komunikasi dan bahaya perundungan digital. “Kita harus menanamkan empati sejak awal. Setiap ucapan di media sosial punya konsekuensi nyata,” tegasnya.

Ketiga, mekanisme pelaporan kasus perundungan belum transparan. Banyak korban ragu melapor karena khawatir tidak mendapat perlindungan atau malah disalahkan. “Korban harus percaya bahwa sistem kampus akan berpihak dan menegakkan keadilan tanpa pandang bulu,” kata dr. Indah.

Pendidikan Mental dan Tanggung Jawab Moral Kampus

Menurut dr. Indah, tugas universitas bukan hanya mencetak lulusan cerdas secara akademik, tetapi juga individu yang sehat mental dan memiliki empati sosial. Ia menilai, pendidikan moral dan kesehatan jiwa seharusnya menjadi bagian dari kurikulum pembentukan karakter mahasiswa.

“Kasus Timothy menunjukkan bahwa kita belum belajar banyak dari tragedi serupa di masa lalu. Kampus harus proaktif membangun budaya kepedulian, bukan hanya reaktif setelah ada korban,” ungkapnya.

Hukuman dan Pemulihan bagi Pelaku

Terkait mahasiswa yang diduga sebagai pelaku perundungan, dr. Indah menegaskan pentingnya penindakan disiplin. Namun, ia juga mengingatkan agar pendekatan terhadap pelaku tidak semata-mata menghukum. “Pelaku bullying sering kali juga membawa luka dari masa lalu. Mereka butuh intervensi psikologis agar perilaku destruktifnya tidak berulang,” katanya.

Ia menilai, pemulihan mental pelaku dan korban harus berjalan beriringan. “Jika tidak, kita hanya akan mengulang siklus kekerasan yang sama di dunia pendidikan,” pungkasnya. - Hasyim Ashari -

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com