Selebgram Dea Ayu Ikut Aksi Damai, Desak DPR Batalkan Tunjangan

fin.co.id - 02/09/2025, 18:57 WIB

Selebgram Dea Ayu Ikut Aksi Damai, Desak DPR Batalkan Tunjangan

Selebgram Gusti Ayu Dewanti alias Dea Ayu, hadir di depan Gedung DPR MPR RI - Fajar Ilman -

fin.co.id — Aksi damai di depan Gedung DPR/MPR RI pada Senin (2/9/2025) sore menghadirkan kejutan ketika selebgram Gusti Ayu Dewanti atau akrab disapa Dea Ayu turut bergabung. Dengan jutaan pengikut di media sosial, kehadiran Dea Ayu menarik perhatian publik karena ia secara terbuka mendesak pembatalan tunjangan bagi anggota DPR yang dinilai melukai hati rakyat kecil.

Dea Ayu Tegaskan Hadir Sebagai Warga Negara

Dea Ayu menegaskan kehadirannya tidak mewakili organisasi tertentu, melainkan sebagai bentuk kepedulian sebagai warga negara. Ia menyampaikan bahwa aspirasi ini adalah suara masyarakat yang resah dengan kebijakan DPR yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.

“Yang jelas semua kasus ini karena kemanusiaan ya. Yang paling utama adalah keluarga jaga warga, masyarakat jaga masyarakat, manusia jaga manusia. Itu yang paling penting,” kata Dea kepada wartawan.

Ia juga menambahkan bahwa tuntutan yang ia bawa bukanlah hal baru, melainkan bagian dari 17+8 tuntutan rakyat yang ramai digaungkan warganet di berbagai platform media sosial.

Tuntutan Rakyat: Batalkan Tunjangan DPR

Menurut Dea Ayu, poin terpenting dari tuntutan tersebut adalah pembatalan tunjangan DPR. Ia menyebut kebijakan itu sangat menyakiti hati masyarakat kecil yang tengah berjuang menghadapi situasi ekonomi sulit.

“Tuntutannya masih sama, 17 plus 8 tuntutan. Yang paling utama adalah batalkan tunjangan bagi para DPR. Karena itu sangat melukai hati masyarakat, apalagi kita masyarakat kecil ini,” tegasnya.

Pengaruh Media Sosial Jadi Senjata

Sebagai figur publik dengan jutaan pengikut, Dea Ayu memanfaatkan pengaruhnya untuk memperkuat suara rakyat. Ia menyebut tidak ada kepentingan politik dalam aksinya ini, melainkan murni keberpihakan pada masyarakat biasa.

“Kalau kita enggak ada namanya organisasi. Kita memang mewakili masyarakat biasa, menyuarakan tuntutan yang sudah jelas ramai di media sosial. Kalian bisa baca, sudah ada 17 plus 8 tuntutan,” jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Dea bersama timnya juga membagikan makanan kepada warga yang hadir di depan Gedung DPR/MPR. Aksi ini membuat suasana damai lebih terasa di tengah tuntutan serius yang disuarakan.

Isi Tuntutan: Dari Kasus Kekerasan hingga Reformasi DPR

Adapun tuntutan yang digaungkan terbagi menjadi dua. Jangka pendek dengan tenggat 5 September 2025, antara lain pembentukan tim investigasi kasus kekerasan aparat, penghentian keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil, pembebasan demonstran, serta pembatalan kenaikan gaji dan tunjangan DPR.

Sementara tuntutan jangka panjang dengan tenggat 31 Agustus 2026 mencakup reformasi DPR secara menyeluruh, penguatan KPK, reformasi partai politik, serta penegasan peran TNI agar kembali ke barak.

Aksi BEM SI Tak Terlihat

Meski sebelumnya beredar kabar bahwa Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) akan menggelar aksi, pantauan di depan Gedung DPR/MPR pada Selasa (2/9/2025) siang justru sepi. Tidak tampak kehadiran massa mahasiswa. Hanya pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar lokasi.

Lalu lintas di kawasan Jalan Gatot Subroto juga terpantau normal tanpa adanya pengalihan arus. Patroli gabungan TNI-Polri yang melintas sempat mengimbau warga untuk menjaga ketertiban dan menghindari aksi anarkis.

Koordinator Pusat BEM SI, Muzzamil Ihsan, menyebut pihaknya memang belum turun aksi hari ini. “BEM SI masih mematangkan strategi dan menyusun langkah pergerakan. Kami ingin hadir bukan sekadar menuntut, tapi juga memberi solusi bagi bangsa,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Rakyat Tunggu Respons DPR

Keberanian selebgram Dea Ayu turun langsung ke jalan dinilai menambah tekanan publik terhadap DPR. Kini masyarakat menanti respons serius dari para legislator atas 17+8 tuntutan yang disuarakan. Apakah DPR bersedia membatalkan tunjangan dan mengakomodasi aspirasi rakyat, atau justru kembali abai terhadap suara publik?

Sigit Nugroho
Penulis