Opini . 01/08/2025, 09:40 WIB
Oleh: Zuli Hendriyanto Syahrin
Dugaan pengemplangan pajak Sugar Group Companies (SGC), menurut pandangan saya bukan hanya urusan administratif. Ini adalah cerminan rapuhnya sistem hukum dan keadilan di Indonesia. Karena itu, Kementerian Keuangan dan Kementerian ATR/BPN harus bertindak nyata dan transparan.
Di bawah Kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto, langkah ini penting untuk kepastian hukum dan keadilan bagi Bangsa. Hal ini sejalan dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Pasal 4 ayat (1) yang mewajibkan wajib pajak membayar pajak. Selain itu, UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menjadi landasan hukum hak atas tanah, didukung oleh PP No.18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Negara tak boleh diam. Keheningan hanya akan merusak iklim investasi, menghancurkan kepercayaan publik, dan mengikis keadilan sosial, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 23A UUD 1945 tentang pajak dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 tentang kesamaan kedudukan warga negara di hadapan hukum.
Di Mana Kementerian Saat Masyarakat Menanti Keadilan?
Mengapa kasus dugaan pengemplangan pajak SGC, yang berpotensi merugikan negara triliunan rupiah, seolah tak bergerak? Apakah ini kelalaian birokrasi, atau ada kekuatan tersembunyi yang membungkam penegakan hukum? Ini jelas bertentangan dengan prinsip Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan Indonesia adalah negara hukum.
Masyarakat menuntut fakta konkret. Info lambatnya respons terhadap permintaan data kepada Ditjen Pajak terkait SGC, memperkuat persepsi adanya penghambatan proses hukum. Ini bukan hanya kerugian finansial, tapi juga krisis kepercayaan mendalam.
Kementerian Keuangan Sang Penjaga Anggaran yang Tumpul?
Sebagai garda terdepan pengumpul penerimaan negara sesuai dengan UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Kementerian Keuangan melalui Ditjen Pajak seharusnya berada di garis depan menuntaskan kasus ini.
Potensi kerugian negara dari SGC diduga mencapai Rp10 triliun hingga Rp15 triliun. Kewenangan pemeriksaan pajak sudah jelas diatur dalam Pasal 29 dan Pasal 34 UU KUP, diperkuat oleh UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang mengatur sanksi bagi pengemplang pajak (Pasal 8 ayat (3) UU HPP untuk sanksi administrasi dan Pasal 39 UU KUP untuk sanksi pidana.
Apakah ada ketidakberanian atau kesulitan akses data? Kerahasiaan data wajib pajak sering dijadikan tameng. Namun, dalam kasus dugaan pelanggaran besar yang merugikan publik, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama, sesuai Pasal 13A UU KUP yang memungkinkan pemberian data untuk kepentingan negara, serta prinsip akuntabilitas dalam UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan PMK Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak. Negara tidak boleh berkompromi terhadap potensi kebocoran penerimaan besar ini, mengingat Pasal 39 dan Pasal 43 UU KUP yang mengatur sanksi pidana.
Kementerian Keuangan harus segera menyajikan data audit dan temuan konkret, seperti:
Analisis real-time sistem big data Ditjen Pajak mendeteksi anomali rasio pajak SGC jauh di bawah rata-rata industri gula nasional 1,5%-2% sejak 2020 hingga 2025, serta temuan under-reporting pendapatan dari penjualan produk samping. Ini dibuktikan dengan perbandingan laporan keuangan SGC 2024 dengan data penjualan komoditas global.
Temuan audit trail sistem akuntansi SGC menunjukkan transaksi intercompany loan dengan bunga sangat rendah ke entitas terafiliasi di luar negeri untuk menggeser laba kena pajak, dan nilai persediaan barang jadi tidak konsisten. Ini diperkuat surat temuan audit dari BPK terkait ketidakwajaran laporan keuangan SGC tahun buku 2022.
Hasil matching data e-Faktur dengan laporan transaksi perbankan menunjukkan perbedaan nilai penjualan signifikan antara yang dilaporkan ke Ditjen Pajak dan yang sebenarnya diterima, atau deteksi faktur pembelian dari supplier fiktif. Ini diverifikasi dengan data transaksi rekening koran SGC dari PPATK yang menunjukkan aliran dana mencurigakan 2023 hingga 2025.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com