Opini . 26/07/2025, 13:01 WIB

Kepastian Hukum SGC: Sebuah Ujian Keadilan dan Integritas

Penulis : Mihardi
Editor : Mihardi

Ditulis oleh: Zuli Hendriyanto Syahrin

Saat ini saya mengulas masalah hukum yang cukup heboh, yaitu kasus hukum yang melibatkan Sugar Group Companies (SGC) sebuah perusahaan nasional yang beroperasi di Lampung. Ini bukan sekedar kasus biasa. Ini seperti cermin untuk Negara kita, seberapa kuat menghadapi tantangan besar dalam menegakkan keadilan.

Sebagai bagian dari Masyarakat Lampung yang memandang dengan objektif dan solutif. Menurut saya, penanganan masalah hukum ini harusnya lebih tegas dan berani, tetapi tetap bijaksana. Mengapa? Agar iklim usaha tetap kondusif, dan hak-hak hukum semua pihak juga terlindungi. Intinya, kita mau keadilan untuk semua.

Kejaksaan Agung (Kejagung), dengan bukti-bukti yang sudah terverifikasi, menduga ada pelanggaran hukum yang bisa merugikan negara dan mencederai rasa keadilan. Sistem hukum dan ekonomi kita lagi diuji. Jadi, penegakan hukum wajib tampil tanpa kompromi, transparan, dan adil. Ini penting sekali untuk menunjukkan kekuatan Negara kita sebagai Negara Hukum, sesuai UUD 1945 Pasal 1 ayat (3).

Kejaksaan Agung memiliki dasar hukum yang kuat dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, yaitu UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, khususnya Pasal 30 tentang tugas dan wewenang di bidang pidana, serta UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Mengungkap TPPU Zarof Ricar: Adakah 'Mafia Peradilan' Main?

Terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan Zarof Ricar, mantan pejabat MA, ini benar-benar mencurigakan. Ini seperti sinyal kuat adanya "mafia peradilan" yang terstruktur, yang bisa merusak kepercayaan publik pada keadilan. Kasus ini wajib dituntaskan sampai selesai, sesuai UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Dugaan adanya "mafia peradilan" juga dapat dikaitkan dengan pelanggaran terhadap UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menekankan prinsip independensi dan imparsialitas hakim.

Yang menjadikan makin panas, Kejagung sudah memeriksa Purwanti Lee (SGC) dan Gunawan Yusuf (Direktur Utama PT Sweet Indo Lampung (SIL) sebagai saksi pada 23-24 April 2025. Bahkan, 18 Juli 2025, keduanya juga sudah dilarang bepergian ke luar negeri oleh Kejagung. Ini berarti aparat penegak hukum bertindak serius. Tindakan pencegahan bepergian ke luar negeri ini diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, khususnya Pasal 97, yang memberikan wewenang kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan pencegahan.

Langkah-Langkah Mendesak Perlu Dilakukan:

1. Kejagung harus segera menganalisis semua bukti dan hasil pemeriksaan saksi. Cukup tidak bukti ini untuk menaikkan status Purwanti Lee dan Gunawan Yusuf menjadi tersangka? Ini harus berdasarkan analisis transaksi keuangan dari PPATK dan bukti komunikasi digital yang sudah diverifikasi forensik, sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 184 KUHAP secara jelas mengatur alat bukti yang sah dalam hukum pidana. Analisis PPATK didasarkan pada UU TPPU dan UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.

2. Audit forensik menyeluruh pada SGC itu penting sekali. Prinsip corporate criminal liability harus diterapkan tegas pada individu dan korporasi yang terlibat. Konsep corporate criminal liability diatur dalam berbagai undang-undang di Indonesia, seperti UU TPPU, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi.

3. Jangan lupa, SGC juga harus diberi kesempatan penuh untuk menjelaskan dan membela diri. Agar prosesnya adil. Ini adalah bagian dari prinsip hak untuk didengar (audi alteram partem) dan prinsip peradilan yang adil (due process of law) yang dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28D ayat (1) dan KUHAP.

Pengakuan Zarof Ricar yang Mengejutkan

Ada lagi yang mengejutkan. Zarof Ricar mengaku di persidangan tanggal 7 Mei 2025 bahwa dia menerima total Rp70 miliar dari SGC (Rp50 miliar untuk kasasi dan Rp20 miliar untuk PK). Pengakuan ini sudah direkam resmi. Ada juga bukti pendukung lain seperti laporan audit forensik, bukti komunikasi elektronik yang divalidasi BSSN, serta kesaksian notaris, cukup komplit.

Tindakan Strategis Berdasarkan Pengakuan Ini:

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com