Opini . 28/06/2025, 11:23 WIB
Oleh: Osama Rombouwu
KONFLIK yang kian membara antara Israel dan Iran bukan sekadar perang regional, melainkan bom waktu yang kini mengguncang fondasi perekonomian global. Dan saat Amerika Serikat, negara adidaya yang dikenal agresif dalam politik luar negerinya, ikut turun tangan, dunia justru tak melihat ketegasan, melainkan kepanikan.
Puncaknya, langkah sepihak Presiden Donald Trump yang memerintahkan serangan militer terhadap fasilitas strategis Iran di Natanz dan Isfahan bukan hanya menciptakan eskalasi militer, tapi juga bencana ekonomi global yang mengintai. Alih-alih menampilkan kekuatan, keputusan Trump justru menguak ketidakmatangan kalkulasi geopolitik Amerika dalam mengelola risiko perang di kawasan paling sensitif dunia.
Ironisnya, di tengah agresi militer itu, Amerika justru mengajukan permohonan diplomatik kepada Tiongkok, rival strategisnya, untuk menjembatani negosiasi damai dengan Iran. Ini menjadi sinyal gamblang bahwa bahkan negara sekuat Amerika pun kini terguncang oleh dampak lanjutan dari keputusan militernya sendiri.
Harga Minyak Melonjak, Ekonomi Terguncang
Lonjakan harga minyak menjadi efek domino pertama yang langsung terasa. Sebagai komoditas vital, kenaikan harga minyak global membawa gelombang inflasi ke seluruh penjuru dunia. Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), setiap kenaikan 10% harga minyak berpotensi mendorong inflasi di negara-negara maju hingga 0,4%. Ini bukan sekadar angka, melainkan sinyal awal resesi global yang mungkin tak terhindarkan.
Perlu dipahami bahwa kawasan Timur Tengah, tempat kedua negara ini berseteru, adalah urat nadi energi dunia. Dari sinilah minyak mentah mengalir ke berbagai penjuru bumi melalui jalur laut strategis, termasuk Selat Hormuz.
Begitu jalur ini terganggu, dunia pun gelagapan. Iran, dalam retorika balas dendamnya, berulang kali mengancam akan memblokir Selat Hormuz, jalur vital yang menyalurkan sekitar 20% suplai minyak dunia. Jika ini terjadi, harga minyak akan melonjak tak terkendali, bahkan bisa melampaui rekor sebelumnya.
Krisis Logistik Mengintai
Dampak selanjutnya adalah terganggunya rantai pasok logistik global. Jalur laut di kawasan Timur Tengah merupakan lintasan utama bagi kapal-kapal kargo yang menghubungkan Asia, Eropa, dan Afrika. Bila jalur ini terganggu, kapal-kapal harus mengambil rute memutar melalui Tanjung Harapan di ujung selatan benua Afrika. Ini bukan hanya soal jarak, tapi juga waktu, biaya, dan risiko.
Ketika waktu tempuh bertambah berminggu-minggu, pasokan barang menjadi langka, biaya logistik meningkat tajam, dan ujungnya, harga-harga kebutuhan naik di banyak negara. Ini akan menekan daya beli masyarakat global, memperburuk neraca perdagangan, dan menghambat pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Ketidakpastian Global dan Ketakutan Investor
Pasar global tidak suka ketidakpastian. Ketika perang pecah, harga minyak melonjak, logistik tersendat, dan inflasi naik, maka investor pun berbondong-bondong menarik dananya dari pasar negara berkembang. Mata uang melemah, beban utang meningkat, dan ancaman krisis fiskal mulai mengintai.
Amerika, sebagai pengendali utama sistem keuangan global melalui dolar, justru menjadi pemantik awal ketidakstabilan ini. Ketika negara yang seharusnya menjadi penjamin stabilitas justru memicu eskalasi militer, maka kekhawatiran akan ketidakseimbangan kekuatan menjadi sangat relevan.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com