Azhari Ardinal | Trust Indonesia
Di tengah berbagai dinamika kebijakan nasional, revisi Undang-Undang TNI, dan realitas bahwa hanya TNI yang sepenuhnya memasang badan bagi agenda Presiden Prabowo, kita tidak bisa menutup mata terhadap ancaman paling serius yang kini mengintai keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI): disintegrasi bangsa, khususnya yang mengakar di Papua.
Framing Negatif, Ancaman Separatis, dan Upaya Mengisolasi TNI
Dalam beberapa tahun terakhir, isu Papua kerap diangkat dalam kerangka narasi HAM dan pendekatan internasional yang condong menyudutkan peran TNI. Operasi militer yang sah untuk menjaga stabilitas nasional kerap dipelintir menjadi narasi represi. TNI digambarkan sebagai kekuatan represif, bukan sebagai pelindung masyarakat Papua yang justru selama ini paling menderita akibat aksi kekerasan kelompok separatis bersenjata seperti OPM dan afiliasinya.
Framing ini bukan sekadar soal pencitraan. Ini adalah bagian dari perang asimetris dan infiltrasi narasi untuk mengikis legitimasi moral dan sosial TNI di mata rakyat, baik di Papua maupun di tingkat nasional dan internasional.
Padahal, faktanya—ketika aparat sipil tidak sanggup menjangkau pedalaman Papua, ketika sekolah tutup karena ancaman bersenjata, dan ketika tenaga kesehatan diusir atau dibunuh—TNI tetap tinggal, tetap hadir, tetap berjuang. Inilah kenyataan yang tidak pernah muncul dalam headline media asing atau dalam laporan aktivis internasional.
Solusi: Kembalikan TNI ke Posisinya yang Sejati—Manunggal dengan Rakyat
Untuk menghadapi ancaman disintegrasi yang kian sistematis dan terorganisir ini, penguatan TNI bukan hanya menjadi opsi, tetapi keharusan strategis. Tapi penguatan ini tidak boleh hanya berbentuk alutsista atau kewenangan hukum. Ia harus bersifat kultural dan sosial-politik, yakni mengembalikan posisi TNI ke tempat asalnya: bersama rakyat.
1. Pendekatan Teritorial Total dan Re-Humanisasi Prajurit
Kita harus mendukung perluasan dan penguatan pendekatan teritorial TNI di Papua melalui optimalisasi Kodim, Koramil, dan Babinsa. Pendekatan ini telah terbukti efektif dalam membangun kepercayaan sosial di daerah-daerah rawan, karena Babinsa bukan hanya aparat, tetapi bagian dari komunitas. Mereka bisa menjadi guru saat guru tak ada, petani saat petani takut ke ladang, dan pelindung tanpa perlu bersenjata.
Pendekatan ini harus diperkuat dengan re-humanisasi prajurit dalam narasi publik: bahwa mereka adalah anak bangsa, saudara, dan pelindung—bukan aktor kekerasan seperti yang kerap dipropagandakan.
2. Dukungan Politik dan Media yang Tegas
Pemerintah pusat harus mengambil peran aktif dalam membela TNI dari framing yang merusak, bukan justru diam atau terkesan permisif demi alasan diplomasi. Kita perlu media nasional yang berani membalikkan narasi: bahwa justru TNI-lah yang mempertaruhkan nyawa demi menjaga integritas wilayah dan keselamatan masyarakat sipil dari kekejaman separatis.
Framing ini harus dilawan secara sistematis, termasuk melalui diplomasi publik dan dokumentasi narasi alternatif yang diangkat oleh media nasional dan internasional berbasis data serta pengalaman lapangan.
3. Integrasi Pembangunan dan Keamanan
Solusi di Papua tidak bisa semata-mata keamanan, tetapi keamanan adalah prasyarat bagi pembangunan. Dan tanpa TNI, pembangunan di wilayah rawan tidak akan pernah bisa dilaksanakan. Maka dari itu, TNI harus menjadi bagian integral dari grand design pembangunan Papua—bukan sebagai pelaku utama, tetapi sebagai penjaga ruang aman tempat pembangunan bisa berjalan.
Kesimpulan: Indonesia Kuat Hanya Jika TNI dan Rakyat Bersatu
Kini kita dihadapkan pada dua pilihan besar: membiarkan TNI terus difragmentasi secara legitimasi dan isolasi peran melalui framing yang tidak seimbang, atau mengembalikan kepercayaan sosial TNI di tengah rakyat, memperkuat posisinya dalam menjaga bangsa dari luar dan dalam.
Sejarah membuktikan: setiap kali Indonesia nyaris runtuh—baik dalam agresi militer, bencana alam, konflik internal—TNI selalu hadir pertama dan pergi paling akhir. Karena TNI tidak lahir dari istana, tetapi dari akar bangsa.
Maka jika TNI kembali bersama rakyat, maka Indonesia akan kuat. (Azhari Ardinal)