Opini . 13/05/2025, 11:13 WIB

Kasus Mahasiswi ITB Ditahan Bareskrim Itu Keliru

Penulis : Afdal Namakule
Editor : Afdal Namakule

Oleh Prof Hendri Subiakto - Guru Besar Unair. (X/@hendrisubiakto)

Baru saja saya diwawancara Radio Elshinta, ditanya kasus penahanan mahasiswi ITB oleh Bareskrim. Saya katakan, polisi kali ini Bareskrim salah dalam menerapkan UU ITE. Kalau hal begini terus berulang, maka publik dan orang-orang yang tak paham akan mengira UU ITE memang gunanya untuk membungkam kritik.

Ini jelas penerapan yang salah. Karena UU ITE sudah berkali-kali di-judicial review di MK, direvisi terkait larangan fitnah, pencemaran nama baik atau penghinaan itu tidak bisa dilakukan penahanan oleh penegak hukum. Karena maksimal sanksinya di bawah 5 tahun. Jadi kalau ada penahanan atas nama pasal penghinaan (27A) itu jelas salah fatal.

Ini mahasiswi ITB yang bikin meme pak Jokowi dan pak Prabowo kok ditahan, berarti mereka dikenakan pasal lain yaitu pasal 35 yang sanksinya memang berat yaitu hingga 12 tahun. Tapi itu menunjukkan penerapan yang keliru oleh Bareskrim dalam menggunakan pasal 35 UU ITE.

Pasal 35 itu merupakan bagian dari norma larangan perbuatan kejahatan terhadap komputer, atau sistem informasi (IT) yang di dalamnya terdapat informasi elektroniknya.

Atau dikenal sebagai computer crime. Mengapa sistem informasi dilindungi UU agar integritas, otentisitas (keaslian), dan kerahasiaan informasi milik orang atau badan hukum itu terjaga. Ini adalah tuntutan perkembangan teknologi dan kehidupan digital.

Sebab kalau informasi elektronik, diakses, dibuka dan diubah atau dipalsukan oleh orang yang tidak berhak, akan merugikan pemiliknya. Maka UU melindunginya dengan pasal 30, 32 hingga 35 UU ITE. Sanksi bagi pelakunya berlaku pidana yang berat hingga 12 tahun.

Kenapa demikian? Bayangkan kalau informasi yang kita simpan di sistem IT, di komputer kita, dibuka orang, diubah atau dipalsukan, maka secara ekonomi, dan sosial kita akan rugi besar. Karena bisa saja informasi itu properti kita (berupa calon tulisan, calon lagu, atau rencana bisnis dll). Jaman digital mengharuskan negara melindungi properti berupa informasi elektronik yang ada dalam sistem informasi yqng kita gunakan.

Tapi kasus mahasiswi ITB itu berbeda. Informasi ygqn diubah olehnya bukan informasi milik seseorang atau milik badan hukum ygqn tersimpan dalam sistem. Bukan informasi yamg kalau dibuka, diambil, diubah dan dipalsukan merugikan secara ekonomi, atau bisnis dan sosial bagi pemilik informasi yamg menyimpannya.

Foto atau video pak Jokowi dan pak Prabowo itu bukan informasi elektronik yang dilindungi integritas, keaslian dan kerahasiaannya seperti yang dimaksud dlm UU ITE pasal 32 dan 35.

Foto dan video pak Jokowi dan pak Prabowo bkn informasi elektronik milik pribadi atau badan hukum yang disimpan dan dilindungi dlm sistem informasi yang mereka miliki. Foto atau video itu merupakan informasi terbuka ada dimana-mana bisa dicari secara terbuka. Pasal 32 dan 35 tidak berlaku untuk ini.

Foto video presiden Prabowo dan Jokowi sudah beredar di medsos sehingga untuk mengubah, dan merekayasa bisa ambil dari medsos atau sumber-sumber terbuka lainnya, tak perlu melawan hukum dengan menerobos apalagi merusak sistem informasi elektronik milik orang lain. Sebagaimana pemahaman yang dimaksud dalam larangan pasal aquo.

Prinsip dasar yang menjadikan unsur pidana pasal 32 dan 35 ini harus dipahami dan harus memenuhi. Jika tidal demikian ya tidak bisa pakai pasal tersebut secara sembarangan.

Apalagi pasal larangan computer crime ini dicampur dengan pidana pelanggaran ilegal content yg jenis pidananya computer related crime. Kejahatan menggunakan komputer yaitu untuk menghina atau berisi melanggar kesusilaan, ini tambah melenceng lagi.

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com