Opini . 26/02/2025, 07:04 WIB
Founder Energy Institute for Transitions (EITS)
Pernah dengar ungkapan "Right or wrong, is my country" berarti "Benar atau salah, (ini tetap) negaraku."?
Frasa ini biasanya digunakan untuk menunjukkan kesetiaan kepada negara, terlepas dari apakah negara tersebut sedang dalam posisi benar atau salah. Namun, dalam konteks yang lebih bijak, ungkapan ini sering diikuti dengan tanggung jawab untuk memperbaiki kesalahan negara, bukan sekadar mendukung tanpa berpikir kritis.
Belakang ini, PT Pertamina (Persero) dihajar habis-habisan terkait isu yang membelalakan mata,” Penyidik pada JAM PIDSUS Tetapkan dan Tahan 7 Tersangka Perkara Tata Kelola Minyak Mentah di PT Pertamina”. Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun.
Memang benar, Kejaksaan Agung sudah menggelar konferensi pers penetapan atas 7 orang tersangka atas perkara tata Kelola minyak mentah tersebut. Namun belakangan, issue itu digoreng ke sana ke mari menjadi bola liar. Narasi rata-rata negative.
Ramainya pemberitaan ihwal adanya Pertalite yang dioplos untuk menjadi Pertamax. Kabar tersebut merujuk pada pernyataan Kejaksaan Agung soal kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang.
Kejaksaan Agung menyatakan bahwa dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92, padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.
Sedihnya, Pertamina di bully habis-habisan di pelbagai platform media sosial. Mulai dari TikTok, Instagram, X.Com, Facebook, nyaris pemberitaan negative lebih banyak ketimbang narasi positive.
Ah sedih. Memang benar ada oknum Pertamina yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, sebaiknya media massa maupun platform media sosial mengedepankan azas praduga tak bersalah. Jangan menghakimi tanpa peradilan resmi.
Di sisi lain, yuk dibantu rekan-rekan Pertamina berbenah, memperbaiki kesalahan atas apa yang dituduh masyarakat. Jangan dibiarkan Pertamina hancur oleh tangan bangsa sendiri. Penjualan produk Pertamina bisa anjlok kalau terjadi sentiment negative atas produk yang dipasarkan oleh Perusahaan milik bangsa Indonesia ini.
Semestinya kita semua rangkul manajemen dan karyawan Pertamina untuk berbenah diri, memperbaiki kesalahan, bukan malah menghancurkannya. Bukankah ada ungkapan; Pertamina untung Bangsa untung? Yuk kita bantu Pertamina, bukannya malah dihancurkan!!
Semua produk BBM “dioplos” dengan additive tertentu utk mencapai RON yang diinginkan. Tuduhan ini bukan terhadap pengoplosan (blending) nya, tapi terkait (again, allegedly) RON 90 yang dibeli dengan harga RON 92 dan dilakukan penambahan additive lagi agar aktualnya kembali menjadi RON 92.
Jadi bukan di peng”oplos”annya yang bermasalah, tapi dugaan beli 90 dgn harga 92 dan harus double handling penambahan additive lagi untuk kembali ke RON 92. Masih panjang ini urusannya karena harus dibuktikan blendingnya dilakukan di mana krn QC nya cukup ketat. Jadi jangan ragu untuk tetap menggunakan Pertamax atau Pertamax Turbo. (Godang Sitompul)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com