Opini . 06/02/2025, 11:20 WIB

Riak LPG 3Kg dan Tafsir 'Politik Kebijakan'

Penulis : Khanif Lutfi
Editor : Khanif Lutfi

Menimbang rantai proses kebijakan yang begitu panjang dan kompleks, sebuah kebijakan lahir sebagai hasil dari sebuah pembacaan dan perhitungan yang cermat dan bijaksana.

Kata 'bijaksana' ini sangat lekat dengan produk kebijakan. Tanpa kebijaksanaan sebuah kebijakan tidak akan memiliki makna sama sekali, sebagaimana ia berakar dari kata "bijak" itu sendiri.

Karena itu, seorang pembuat kebijakan harus punya sisi kebijaksanaan yang tinggi. Tidak semata-mata memutuskan apa yang menurutnya benar.

Karena kebenaran saja tidak menjamin ketepatan dan kebijaksanaan. Ambil contoh, memangkas rantai distribusi LPG 3kg tanpa melihat relasi dan dimensi sosial di bawahnya jelas sebuah keputusan yang boleh jadi benar (untuk efisiensi), tapi tidak bijaksana dalam memahami dimensi relasional di mana banyak masyarakat miskin yang kesulitan mengakses gas tersebut, sehingga harus rela antri dengan risiko yang begitu besar.

Strategi "Cek Ombak"?

Pada sisi lain, keputusan pemerintah ini merupakan sebuah srtategi, yang dalam perspektif politik elektoral dikenal sebagai istilah 'testing the water alias cek ombak.

Memang terminologi di atas umumnya digunakan untuk menggambarkan situasi di mana seorang kandidat berusaha mengetahui tingkat keterpilihannya dalam proses elektoral atau kontestasi pemilu/pilkada dengan melempar wacana/isu atau kampanye/sosialisasi untuk mengukur seberapa besar penerimaan dirinya di masyarakat (konstituen/voters).

Strategi mengecek ombak ini sangat penting guna mengetahui seberapa besar seorang figur diterima atau didukung di kalangan pemilih. Dengan begitu, para investor, donatur hingga pengusung bisa lebih mudah memberikan dukungan politik dan finansial.

Kendati hal ini lazim dalam konteks elektoralisme, ia kerap dipakai dalam konteks perumusan kebijakan sosial.

Kebijakan kenaikan BBM dalam beberapa tahun terakhir misalnya, adalah pengaktualisasian dari konsep atau strategi ini.

Jadi, dalam praktiknya, pemerintah memang punya niatan untuk mengubah atau membuat sebuah kebijakan yang secara dampak sudah diprediksi bakal menuai reaksi publik.

Namun, untuk menakar seberapa dahsyat respons (negatif/positif) masyarakat, pelaku kebijakan umumnya melempar wacana terlebih dahulu. 

Dalam kasus tertentu, ia tidak diawali dengan sosialisasi atau penghembusan wacana, namun langsung dalam bentuk pengambilan kebijakan.

Tujuannya jelas, untuk mengukur riak sosial yang timbul setelah kebijakan tersebut diambil. Jika reaksi negatifnya jauh lebih besar dan berdampak serius terhadap kestabilan politik, maka kebijakan tersebut akan direvisi dan disesuaikan dengan tuntutan masyarakat. 

Atau, dalam kasus lain, kebijakan tersebut langsung dicabut kembali guna meredam gejolak publik yang semakin masif dan tidak terkendali.

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com