fin.co.id - Indonesia Police Watch (IPW) mengecam keras tindakan yang dilakukan oleh penyidik Satreskrim Polres Kutai Barat terhadap Isran Kuis, seorang tokoh masyarakat di Desa Tering Seberang, Kutai Barat.
Penyidik diduga memaksa mengambil sidik jari Isran Kuis sebagai pengganti tanda tangan saat ia dalam kondisi tidak sadar akibat sakit keras. IPW menilai tindakan ini sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang serius.
Kasus ini bermula ketika Isran Kuis ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan penggelapan dana senilai Rp 500 juta. IPW menduga ada rekayasa dalam kasus ini yang dilakukan atas pesanan JDHS, Manajer Operasional PT. ISM, sebuah perusahaan kontraktor tambang batu bara.
Dugaan tersebut muncul karena adanya sengketa terkait sisa pembayaran sebesar Rp 5,05 miliar yang seharusnya dibayarkan PT. ISM kepada Isran Kuis.
Dugaan Rekayasa dan Penyalahgunaan Wewenang
Menurut Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, SH, kasus ini berawal pada Oktober 2021 ketika PT. ISM meminta kerja sama dengan Isran Kuis dalam pembebasan lahan masyarakat adat di Kutai Barat. Kesepakatan pun dibuat dengan harga Rp 30.000 per meter persegi. Namun, dalam prosesnya, pembayaran tidak diselesaikan sepenuhnya oleh PT. ISM.
Pada 23 Oktober 2023, seorang admin keuangan PT. ISM yang diduga diperintah oleh JDHS melaporkan Isran Kuis ke Polres Kutai Barat dengan tuduhan penggelapan.
Laporan tersebut langsung ditingkatkan ke tahap penyidikan pada hari yang sama, tanpa melalui proses penyelidikan yang seharusnya dilakukan lebih dulu. Pada 17 Desember 2024, berdasarkan gelar perkara di Polda Kaltim, Isran Kuis ditetapkan sebagai tersangka.
Baca Juga
IPW menilai penetapan tersangka ini sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang. Beberapa kejanggalan yang ditemukan antara lain:
- Tuduhan penggelapan Rp 500 juta tidak berdasar karena justru PT. ISM masih memiliki kewajiban kurang bayar Rp 5,05 miliar kepada Isran Kuis.
- Penyidik tidak menyita bukti pembayaran yang seharusnya menjadi bagian dari proses penyelidikan.
- Notaris yang membuat akta kesepakatan jual beli tanah tidak pernah diperiksa oleh penyidik sebagai saksi.
Upaya IPW Melawan Dugaan Mafia Tanah
Kasus ini semakin menguatkan dugaan bahwa praktik mafia tanah masih marak terjadi, terutama dengan keterlibatan aparat dalam merekayasa kasus hukum. Selain kasus Isran Kuis, IPW juga mencatat adanya laporan dari warga lain terkait tindakan serupa oleh PT. ISM.
Untuk itu, IPW telah mengajukan pengaduan resmi ke Kadiv Propam Mabes Polri, menuntut investigasi terhadap penyidik Polres Kutai Barat yang diduga melanggar Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi. IPW juga berencana membuka "Kotak Pengaduan Korban Mafia Tanah PT. ISM di Kubar" agar masyarakat yang merasa dirugikan dapat melaporkan pengalaman mereka.
IPW berharap Kapolri dan Kadiv Propam Mabes Polri memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini. "Fenomena seperti ini hanya puncak gunung es. Kami yakin masih banyak kasus serupa yang belum terungkap," ujar Sugeng.
IPW menegaskan bahwa penyalahgunaan wewenang dalam penegakan hukum harus segera dihentikan demi keadilan bagi masyarakat.