fin.co.id - Pada 2020, kembalinya Harun Masiku ke Jakarta memunculkan polemik besar yang melibatkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).
Kejadian ini terjadi di bawah kepemimpinan Yasonna Laoly yang saat itu menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM.
Sebuah kejanggalan terjadi ketika data perlintasan Imigrasi di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta menunjukkan adanya ‘delay’ terkait kedatangan Harun Masiku.
Harun Masiku, yang sudah berstatus tersangka sejak 9 Januari 2020 dalam kasus pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR yang ditangani KPK, seharusnya tidak berada di Indonesia.
Namun, pada 22 Januari 2020, muncul pengakuan dari Ronny Franky Sompie, Direktur Jenderal Imigrasi saat itu, yang menyatakan bahwa Harun sudah kembali pada 7 Januari 2020.
Kekeliruan informasi ini memicu keraguan publik mengenai transparansi data yang dikeluarkan oleh Imigrasi.
Ronny yang pertama kali mengonfirmasi kepulangan Harun Masiku kemudian mengungkapkan adanya 'delay' dalam data perlintasan di bandara.
Baca Juga
Namun, pernyataan ini tak kunjung menghindari polemik lebih lanjut. Bahkan, pencopotan Ronny dari jabatannya pada akhir Januari 2020 justru semakin memperkeruh situasi.
Yasonna, sebagai atasan Ronny, menegaskan bahwa pencopotan itu dilakukan untuk menghindari konflik kepentingan dalam tim independen yang akan menyelidiki kekeliruan data tersebut.
“Tim independen dibentuk untuk menyelidiki permasalahan ini agar tidak ada yang menganggap saya berbohong,” ujar Yasonna dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan pada 27 Januari 2020.
Ronny, yang menjabat sebagai Dirjen Imigrasi sejak Agustus 2015, dipecat setelah kurang dari lima tahun menjabat.
Yasonna kemudian menunjuk Jhoni Ginting sebagai Plh Dirjen Imigrasi untuk menggantikan posisi Ronny.
Polemik ini mencerminkan ketidakjelasan dalam penanganan informasi oleh pejabat Kemenkum HAM yang semestinya mengedepankan transparansi dan akuntabilitas.
Bagi banyak pihak, pencopotan Ronny dan pembentukan tim independen hanya memperburuk citra pemerintah dalam menangani kasus besar seperti ini.
Pertanyaan besar pun muncul, apakah kita telah cukup yakin bahwa segala data terkait Harun Masiku memang telah dibuka secara transparan kepada publik? (*)