fin.co.id - Pakar Ekonomi dari LPEM UI, Teuku Riefky menilai penetapan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada harga barang di pasaran, akan berdampak besar kepada tingkat daya beli masyarakat.
Oleh karena itulah, dirinya menilai bahwa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk menerapkan PPN 12 persen tersebut.
“Daya beli menurun, Income stagnan bahkan menurun, lapangan kerja hilang, uang beredar menipis, dan program pemerintah yang tidak tepat sasaran yang terjadi sekarang membuat kebijakan menaikan PPn kurang tepat,” ujar Teuku dalam agenda diskusi publik bertajuk “PPN Naik: Seberapa Ngaruh ke Hidup Gue?”, yang digelar secara daring pada Jumat 20 Desember 2024.
Sementara itu menurut keterangan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegar, kebijakan PPN ini memiliki sifat yang regresif.
“Naikin PPN cuma dapet tambahan pendapatan negara sebesar 70 triliun, dan makan siang gratis anggarannya pas 70 triliun,” ujar Bhima.
Selain itu, Bhima juga menambahkan bahwa dengan adanya PPN 12 persen ini, maka harga akhir membengkak dan berdampak ke konsumen.
Baca Juga
“BBM kena PPN, beli mobil kena PPN, alias seluruh alur distribusi kena PPN,” ucapnya.
Tidak hanya itu. Bhima juga menyoroti kemungkinan berupa efek dampak kumulatif tambahan pengeluaran.
“Orang miskin bisa kena efek kumulatif tambahan pengeluaran sebesar Rp 100.000 + kelas menengah pengeluaran naik sebesar Rp 350.000,” pungkasnya. (Bianca/dsw)