fin.co.id - Kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 mendapat berbagai respons dari masyarakat, termasuk dari Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).
Menanggapi keputusan ini, Gus Yahya mengimbau masyarakat untuk mendengar penjelasan pemerintah secara menyeluruh terkait kebijakan kenaikan PPN tersebut.
Kenaikan PPn 12 Persen: Apa yang Mendasari Kebijakan Ini?
Dalam keterangannya pada Minggu, 22 Desember 2024, Gus Yahya menjelaskan bahwa penting bagi masyarakat untuk mendapatkan penjelasan lengkap dari pemerintah mengenai latar belakang dan urgensi kenaikan PPN.
Dengan pemahaman yang komprehensif, diharapkan masyarakat dapat melihat nalar fiskal yang melatarbelakangi keputusan ini dan manfaat apa yang akan diterima oleh rakyat sebagai hasilnya.
“Dengan penjelasan pemerintah yang utuh, masyarakat akan tahu agenda dan problematika apa yang melahirkan urgensi penyesuaian pajak ini serta bagaimana nalar fiskalnya dan benefit yang ditawarkan kepada rakyat,” ujar Gus Yahya.
Pemerintah Klaim Kenaikan PPN untuk Barang Mewah dan Kelas Mampu
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengonfirmasi bahwa kenaikan PPN 12 persen ini tidak berlaku untuk seluruh barang dan jasa, melainkan hanya pada barang-barang mewah dan premium yang dikonsumsi oleh kelompok masyarakat yang mampu. Kebijakan ini mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
“Untuk barang yang memang dikategorikan sebagai mewah atau premium, dan dikonsumsi terutama untuk kelompok yang paling mampu, akan dikenakan PPN 12 persen,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian pada Senin, 16 Desember 2024.
Baca Juga
Fokus Pada Barang dan Jasa Premium
Beberapa barang yang masuk dalam kategori barang mewah yang akan dikenakan PPN 12 persen antara lain beras premium, buah-buahan premium, daging premium seperti wagyu dan kobe, ikan mahal seperti salmon dan tuna premium, serta udang dan crustacea premium seperti king crab.
Selain itu, layanan jasa pendidikan premium, pelayanan kesehatan medis kelas VIP, dan listrik pelanggan rumah tangga dengan kapasitas 3500-6600 VA juga akan dikenakan PPN 12 persen.
Menurut Sri Mulyani, kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan azas gotong royong, dimana kelompok masyarakat yang mampu untuk membayar pajak yang lebih tinggi akan berkontribusi lebih besar dalam pendapatan negara.
"Sesuai dengan masukan dari berbagai pihak, termasuk DPR, kita mengenakan PPN 12 persen untuk barang-barang dan jasa yang tergolong mewah. Ini adalah bentuk dari penyesuaian tarif pajak dengan mempertimbangkan azas keadilan sosial," tambah Sri Mulyani.
Dampak Kenaikan PPN 12 Persen Bagi Masyarakat dan Ekonomi
Kenaikan PPN ini berpotensi menambah beban bagi konsumen di segmen atas, namun di sisi lain, hal ini juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara yang akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan, terutama untuk sektor-sektor yang lebih membutuhkan.
Gus Yahya berharap penjelasan dari pemerintah dapat mencegah masyarakat terjebak dalam tuntutan parsial dan lebih fokus pada kebijakan yang bermanfaat secara objektif bagi negara.
“Dengan penjelasan yang lebih komprehensif, diharapkan masyarakat berpikir lebih jernih dan memahami apa yang secara obyektif dibutuhkan oleh negara,” pungkas Gus Yahya. (Anisha/DSW)