fin.co.id - Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh penyandang disabilitas tunadaksa I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung menggegerkan masyarakat.
Terlebih dengan kondisi fisiknya yang tidak memiliki kedua lengan tangan, Agus mengaku sebuah kemustahilan baginya memaksa wanita melakukan hubungan seksual dengan ia yang masih memerlukan pertolongan keluarga untuk beraktivitas.
Namun begitu, berbagai bukti yang telah berada di genggaman piha kepolisian memberatkannya menjadi tersangka.
Bahkan, jumlah korban terus bertambah hingga 13 orang.
Baca Juga
- Rugikan Petani, Peredaran Sarana Pertanian Ilegal Masih Jadi Tantangan
- Kades Kohod Kabur Dimintai Keterangan Soal HGN Dan SHM Pagar Laut
Rupanya, Agus menggunakan trik psikologis untuk mengontrol korbannya sehingga tunduk atas setiap permintaannya.
Sehingga, keterbatan fisik yang dimilikinya bukan menjadi penghalang untuknya melakukan kekerasan seksual.
"Keterbatasan fisik bukanlah keterbatasan seksual, perilaku seksual tetap dapat dilakukan," terang psikiater RSJ Marzoeki Mahdi Bogor dr. Lahargo Kembaren, SpKJ kepada fin.co.id, Sabtu 7 Desember 2024.
Kepala Instalasi Rehabilitasi Psikososial tersebut menjelaskan, keterbatasan fisik umumnya menimbulkan rasa simpatik.
"Pada beberapa keadaan, bila dibungkus dengan manipulasi psikologis dengan tujuan yang tidak baik dapat membuat orang terjebak secara emosional dan psikologis sehingga memberikan kerugian atau konsekuensi negatif," paparnya.
Baca Juga
- Megawati Soekarnoputri Minta Pemerintah Pastikan MBG Tepat Sasaran
- ASDP dan ITS: Sinergi Strategis untuk Kemajuan Sektor Maritim Nasional
Lantas ketika seseorang sudah terjebak dengan manipulasi psikologis, lanjutnya, ia dapat dikendalikan sesuai dengan keinginan pelaku.
"Saat seseorang sudah terjebak dengan manipulasi psikologis maka dia akan dapat dikendalikan sesuai dengan keinginan pelaku," lanjutnya.
Teknik mempengaruhi psikologis seseorang untuk melakukan yang diinginkan dengan cara yang tidak baik dan merugikan ini disebut dengan "dari psychology". (Ann)