fin.co.id - Presiden RI, Prabowo Subianto, baru saja mengumumkan bahwa Upah Minimum Provinsi (UMP) nasional untuk tahun 2025 akan naik sebesar 6,5 persen.
Keputusan ini disambut dengan reaksi positif, terutama dari kalangan pekerja yang berharap dapat menikmati peningkatan daya beli di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pascapandemi.
Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Jakarta, menilai kenaikan UMP ini sebagai langkah positif dari pemerintah untuk mendukung kesejahteraan pekerja.
Namun, ia juga menyoroti bahwa kebijakan ini belum mampu menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan secara menyeluruh.
Baca Juga
- IATPI dan Politeknik PU Tandatangani Perjanjian Kerjasama untuk Pengembangan SDM dan Kelembagaan
- Awal 2025, Pekerja Masih Dihantui Gelombang PHK
"Meski kenaikan ini memberikan sedikit ruang bagi pekerja untuk bertahan dalam menghadapi inflasi dan meningkatnya biaya hidup, sayangnya angka kenaikan UMP ini masih jauh dari cukup untuk menutup kesenjangan antara upah dan kebutuhan hidup layak, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan," ungkap Achmad.
Menurut data yang ada, meskipun ada kenaikan, upah minimum di berbagai daerah masih tidak mencukupi kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya.
Ini menunjukkan bahwa kebijakan UMP, meskipun penting, masih terbatas dalam menciptakan kesejahteraan yang merata di seluruh Indonesia.
Tak hanya itu, tantangan besar lain yang muncul dari kenaikan UMP adalah ketidakmampuannya menyentuh sektor informal yang mendominasi pasar kerja Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 56 persen tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor informal, yang tidak terikat pada peraturan upah minimum.
Baca Juga
- Buka Akses Keuangan ke Masyarakat, Direktur Utama BRI Sunarso Mendapatkan Penghargaan “Impact on Financial Industry Leadership”
- BRI Apresiasi Keberhasilan Pegadaian Mendapat Izin Usaha Bullion, Optimistis Holding Ultra Mikro Dapat Mengakselerasi Inklusi Keuangan
Hal ini menyebabkan sebagian besar pekerja di sektor ini tetap bergulat dengan ketidakpastian pendapatan, tanpa perlindungan yang memadai terhadap kenaikan harga barang dan jasa.
"Pada akhirnya, meskipun kenaikan UMP bisa memberikan manfaat bagi sebagian pekerja, mereka yang berada di sektor informal masih harus menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan stabilitas ekonomi pribadi mereka," jelas Achmad.
Dengan realita ini, pemerintah dihadapkan pada tantangan besar untuk merumuskan kebijakan yang lebih inklusif dan menyentuh seluruh lapisan tenaga kerja, khususnya mereka yang berada di sektor informal yang sering terabaikan. (Bianca/DSW)