fin.co.id - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menggelar Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) 2024, sebuah ajang yang digelar dengan tujuan utama untuk menyelaraskan program kerja organisasi tersebut dengan arah kebijakan pemerintah, serta rencana pembangunan nasional 5 tahun kedepan.
Namun, di balik optimisme yang ditawarkan, ada pertanyaan besar yang mengemuka: apakah kolaborasi antara dunia usaha dan pemerintah yang dijanjikan Kadin Indonesia benar-benar mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, sebagaimana yang digadang-gadang dalam Rapimnas kali ini?
8 Persen Realistis vs Ambisius
Tema utama Rapimnas Kadin 2024 adalah "Kadin Satu Bersama Pemerintahan Baru Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen". Tema ini jelas menggambarkan sebuah target ekonomi yang cukup ambisius mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang masih menghadapi banyak tantangan struktural, mulai dari ketimpangan pembangunan, kurangnya daya saing global, hingga ketergantungan pada sektor-sektor ekonomi yang rentan terhadap fluktuasi global.
Menurut Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, forum ini bertujuan untuk menjadi wadah koordinasi, sinkronisasi, dan evaluasi terhadap program kerja Kadin 2024, sekaligus menetapkan kebijakan yang dapat mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Melalui Rapimnas 2024, Kadin Indonesia tidak hanya merancang strategi dalam mendukung perekonomian nasional untuk tahun 2025, tetapi juga memastikan bahwa arah kebijakan dapat berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang kuat, adil, dan berkelanjutan," ujar Arsjad dalam sambutannya di Jakarta, Jumat, 29 November 2024.
Namun, melihat target pertumbuhan ekonomi yang terkesan optimistis, beberapa pengamat ekonomi mempertanyakan apakah pencapaian tersebut benar-benar dapat tercapai dalam waktu dekat.
Apalagi, dengan situasi geopolitik yang penuh ketidakpastian, serta tantangan domestik yang belum selesai, apakah dunia usaha benar-benar siap mengakselerasi perekonomian pada tingkat yang lebih tinggi?
Baca Juga
White Paper: Inovasi atau Sekadar Dokumen Ambisius?
Pada momen yang sama, Kadin juga meluncurkan “White Paper Arah Pembangunan dan Kebijakan Bidang Ekonomi 2024-2029”. White Paper ini menjadi panduan strategis bagi dunia usaha dan pemerintah dalam merancang perekonomian yang inklusif dan berkelanjutan.
Di dalamnya, terkandung tujuh langkah besar yang menjadi fokus utama dalam meraih pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, antara lain peningkatan infrastruktur, ketahanan kesehatan, ketahanan energi, pertumbuhan UMKM, manufaktur, pengembangan bisnis hijau, serta ketahanan pangan.
Penyusunan White Paper ini menggabungkan pandangan dari berbagai mitra strategis seperti Boston Consulting Group, McKinsey & Company, hingga Universitas Gadjah Mada.
Selain itu, dokumen ini juga didasarkan pada survei yang melibatkan lebih dari 1.600 responden dari pengurus Kadin dan puluhan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan lebih dari 300 pengurus serta anggota luar biasa Kadin.
Namun, meskipun terdengar ambisius, pertanyaan yang muncul adalah seberapa konkret implementasi rekomendasi yang ada dalam White Paper ini? Dokumen-dokumen seperti ini bukanlah hal yang baru bagi Indonesia.
Pemerintah dan dunia usaha sering kali merilis berbagai kebijakan dan panduan serupa dengan harapan besar, tetapi dalam kenyataannya, implementasi di lapangan sering kali terhambat oleh birokrasi yang kompleks dan kurangnya koordinasi antara berbagai pihak.
Kolaborasi atau Ketergantungan?
Salah satu sorotan besar dalam Rapimnas Kadin adalah penekanan pada pentingnya kolaborasi antara dunia usaha dan pemerintah. Arsjad Rasjid menyatakan, “Kadin Indonesia akan menjadikan White Paper sebagai pedoman untuk menyelaraskan Program Kerja 2025 dengan program pemerintah untuk mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi 8 persen.”
Namun, perlu dicatat bahwa meskipun kolaborasi antara dunia usaha dan pemerintah sangat diperlukan, sektor swasta sering kali terjebak dalam posisi yang lebih bergantung pada kebijakan pemerintah daripada mengambil peran aktif dalam merancang solusi inovatif.