“Ide bahwa pemerintah menjadi ujung tombak dalam pengurangan risiko bencana harus diubah. Semua pihak—pemerintah, akademisi, pelaku bisnis, media, dan masyarakat—memiliki tanggung jawab yang sama dalam membangun ketahanan bencana. Tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak saja, karena bencana bersifat multidimensi dan mempengaruhi berbagai sektor kehidupan,” tegas Izza.
Dengan melibatkan seluruh komponen ini, mulai dari upaya pendidikan di sekolah-sekolah hingga pelatihan untuk masyarakat lokal, diharapkan kesadaran terhadap risiko bencana bisa meningkat, khususnya di lapisan masyarakat bawah yang masih rentan terhadap ancaman bencana.
Kesimpulan
Kasus letusan Gunung Lewotobi Laki-Laki di NTT memberikan pelajaran penting tentang bagaimana pendekatan berbasis komunitas dalam pengurangan risiko bencana dapat membangun ketahanan yang lebih baik.
Kolaborasi antar sektor yang melibatkan pemerintah, akademisi, sektor bisnis, komunitas, dan media menjadi kunci utama dalam menciptakan sistem mitigasi bencana yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Penerapan prinsip-prinsip CBDRR, ditambah dengan kolaborasi lintas sektor, diharapkan dapat menciptakan ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologis yang lebih kuat, sehingga masyarakat di negara-negara Selatan-Selatan, seperti Indonesia, dapat lebih siap menghadapi tantangan bencana di masa depan. (*)