Kolaborasi Penta Helix Jadi Kunci Resiliensi Bencana di Negara Selatan-Selatan: Menanggapi Letusan Gunung Lewotobi Laki-Laki di NTT

fin.co.id - 15/11/2024, 19:27 WIB

Kolaborasi Penta Helix Jadi Kunci Resiliensi Bencana di Negara Selatan-Selatan: Menanggapi Letusan Gunung Lewotobi Laki-Laki di NTT

Juru Bicara Indonesia South South Foundation. (Ist)

fin.co.id - Letusan Gunung Lewotobi Laki-Laki yang baru-baru ini terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi contoh konkret dari tantangan besar yang dihadapi negara-negara di kawasan Selatan-Selatan dalam mengelola bencana alam.

Fenomena ini mempertegas betapa pentingnya penguatan resilience (ketahanan) terhadap bencana, khususnya melalui pendekatan berbasis komunitas, atau Community-Based Disaster Risk Reduction and Preparedness (CBDRR).

Menurut Rosabela Izza, Juru Bicara Indonesia South-South Foundation (ISSF), penguatan resilience bencana di negara-negara Selatan-Selatan merupakan aspek yang tidak bisa dianggap enteng.

Negara-negara tersebut, seperti Indonesia, sering kali menghadapi ancaman bencana alam yang berulang, dan kehadiran bencana tersebut dapat mengancam keselamatan, perekonomian, dan keberlanjutan hidup masyarakat.

Salah satu contoh nyata adalah letusan gunung berapi yang sering terjadi di Indonesia. Data terbaru menunjukkan bahwa Indonesia, bersama dengan Filipina, menyumbang lebih dari 75 persen ancaman global terkait dengan bahaya gunung berapi.

Menurut Izza, pentingnya pendekatan berbasis komunitas dalam mengurangi risiko bencana menjadi sangat relevan, terutama di wilayah dengan kerentanan tinggi terhadap ancaman alam. "Masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana adalah pihak yang paling merasakan dampak langsung dari setiap bencana yang terjadi. Oleh karena itu, mereka perlu dilibatkan dalam setiap proses perencanaan dan persiapan pengurangan risiko bencana," ujar Izza, Jumat, 15 November 2024.

Kolaborasi Penta Helix: Kunci Utama dalam Resiliensi Bencana

Salah satu hal yang ditekankan oleh Izza adalah pentingnya kolaborasi antar berbagai sektor, yang dikenal dengan istilah penta helix—pemerintah, akademisi, sektor bisnis, komunitas, dan media. Dalam konteks letusan Gunung Lewotobi, kerjasama lintas sektor ini menjadi sangat vital dalam merancang strategi penanggulangan yang lebih efektif.

“Kolaborasi ini harus mencakup semua pihak. Tidak hanya pemerintah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan bencana. Masyarakat harus diberikan peran yang aktif dalam mengembangkan rencana manajemen bencana, strategi kesiapsiagaan, serta pendidikan terkait pengurangan risiko bencana,” kata Izza.

Dengan demikian, masyarakat yang hidup di wilayah rawan bencana diharapkan dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi potensi bencana, serta memahami cara-cara yang tepat dalam menanggulangi bencana ketika terjadi.

Selain itu, pendampingan kepada masyarakat pasca bencana, seperti yang terjadi di NTT setelah letusan Gunung Lewotobi, juga sangat penting. Izza menekankan bahwa selama masa pengungsian, selain kebutuhan mendesak akan bantuan pangan dan tempat tinggal, perhatian terhadap kesehatan pengungsi juga harus dijaga.

"Lingkungan pengungsian harus tetap sehat, untuk mencegah terjadinya penularan penyakit yang sering terjadi di wilayah pengungsian. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan sangat penting,” ujarnya.

Peran Sektor Bisnis dalam Pemulihan Ekonomi

Selain aspek kesiapsiagaan dan mitigasi bencana, Izza juga menyoroti peran penting sektor bisnis dalam meningkatkan ketahanan ekonomi pasca bencana. Business Continuity Plan (BCP) yang diterapkan oleh perusahaan diharapkan dapat meminimalkan kerugian serta mempercepat proses pemulihan ekonomi.

Ia menegaskan bahwa kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku bisnis, khususnya sektor UMKM yang ada di sekitar wilayah bencana, memiliki potensi besar untuk membangkitkan perekonomian pasca bencana.

“Pemulihan ekonomi pasca bencana tidak hanya bergantung pada bantuan pemerintah, tetapi juga pada peran sektor swasta dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan mendukung kemandirian ekonomi masyarakat. Dengan adanya kolaborasi ini, diharapkan masyarakat terdampak bisa segera bangkit dan kembali beraktivitas,” jelasnya.

Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana: Langkah Strategis untuk Masa Depan

Pentingnya pendidikan terkait pengurangan risiko bencana juga menjadi perhatian utama dalam konteks ini. Di kawasan Asia Tenggara, yang memiliki pertumbuhan populasi tercepat di dunia dan banyaknya pemukiman yang berada dalam radius bahaya dari gunung berapi, pendidikan pengurangan risiko bencana menjadi sangat mendesak.

Sigit Nugroho
Penulis