fin.co.id – Di tengah persaingan politik yang semakin memanas menjelang Pilkada, kader senior Partai Golkar, Jamaluddin, mengingatkan Ketua DPD Golkar Polewali Mandar, Aji Assul, untuk tetap berpegang pada komitmen awalnya melawan rezim Andi Ibrahim Masdar (AIM), yang sering disebut sebagai rezim Matakali.
Jamaluddin menegaskan, dukungan terhadap Aji Assul semula berlandaskan pada keberaniannya mengkritik kepemimpinan AIM yang dianggap tidak membawa kemajuan bagi masyarakat Polman.
"Keberanian Aji Assul dalam menentang rezim Matakali memberikan harapan bagi kader Golkar. Banyak yang percaya, di bawah kepemimpinannya, Polman bisa mengalami transformasi signifikan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis, 31 Oktober 2024.
Namun, kekhawatiran muncul setelah Aji Assul memilih Andi Nursami Masdar, putra Bupati AIM, sebagai calon wakil bupati. Pilihan ini, menurut Jamal, menciptakan keraguan akan konsistensi sikap Aji Assul dalam melawan rezim yang telah dia kritik sebelumnya.
"Ada inkonsistensi yang mencolok. Apakah Aji Assul benar-benar ingin membawa perubahan, atau sekadar mencari dukungan politik demi kemenangan?" tanyanya.
Kekhawatiran ini diperkuat oleh suara beberapa kader yang merasa dikhianati oleh langkah Aji Assul. Mereka menginginkan kepemimpinan yang jelas dan tegas dalam menolak dinasti politik yang sudah berkuasa.
"Keputusan ini menimbulkan kekecewaan mendalam di kalangan kader. Kami sudah berkomitmen untuk menghentikan dominasi rezim AIM, tetapi kini kami dihadapkan pada pilihan yang berseberangan," tegas salah satu kader yang enggan disebutkan namanya.
Baca Juga
Jamal juga menekankan pentingnya transparansi dari Aji Assul. Ia mendesak Aji Assul untuk menjelaskan alasannya memilih Nursami, dan bagaimana ia berencana mengatasi pengaruh rezim Matakali jika terpilih.
"Aji Assul harus memastikan bahwa pengaruh rezim tersebut tidak mendominasi kebijakan dan arah pemerintahan. Kami ingin melihat peran wakil bupati yang dibatasi, agar visi perubahan tidak terganggu," katanya.
Dalam konteks yang lebih luas, dinamika ini mencerminkan tantangan yang dihadapi partai-partai politik di Indonesia, di mana sering kali politik pragmatis mengalahkan idealisme. Apakah Aji Assul akan mampu menyeimbangkan antara kebutuhan untuk memenangkan pemilihan dan komitmennya untuk perubahan? Atau akankah langkahnya ini justru mengalienasi basis dukungan yang selama ini ia bangun?
Ke depan, keputusan Aji Assul akan menjadi penentu tidak hanya bagi karier politiknya, tetapi juga bagi arah politik Golkar di Polewali Mandar. Keberanian untuk tetap konsisten dengan komitmen awalnya mungkin akan menjadi kunci untuk meraih dukungan penuh dari kader dan masyarakat. (*)