fin.co.id - Dalam sebuah pengungkapan yang mengguncang, Jaksa dari Kantor Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) menangkap seorang mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) berinisial ZR di Jimbaran, Bali, pada 24 Oktober 2024.
Penangkapan ini bertepatan dengan penyitaan uang tunai senilai Rp1 triliun, yang diduga berasal dari praktik korupsi dalam pengurusan perkara di lembaga peradilan.
Kasus ini melibatkan pembebasan Gregorius Ronald Tannur, anak mantan anggota DPR yang sebelumnya divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Surabaya. Penangkapan ZR mengikuti penahanan tiga hakim yang terlibat dalam keputusan tersebut, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Hari Hanindyo, yang diduga menerima suap untuk mempengaruhi vonis Ronald Tannur.
Kejaksaan Agung, melalui Jampidsus, mengonfirmasi bahwa kasus ini adalah bagian dari penyelidikan yang lebih luas terkait praktik korupsi di MA.
Kontradiksi dalam Keputusan Gaji
Sementara itu, penangkapan ini mencuat bersamaan dengan keputusan pemerintah untuk menaikkan gaji dan tunjangan bagi hakim. Juru Bicara MA, Hakim Agung Yanto, mengekspresikan kekecewaannya atas insiden tersebut, menyebutkan bahwa tindakan para hakim yang terlibat telah mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan, terutama di saat MA baru saja merayakan perhatian pemerintah dalam bentuk kenaikan gaji.
“Peristiwa ini mencederai kebahagiaan dan rasa syukur kami terhadap perhatian pemerintah,” ungkap Yanto. Dalam konteks ini, pertanyaan besar pun muncul: apakah kenaikan gaji hakim benar-benar dapat mengurangi praktik suap yang selama ini merusak integritas sistem hukum di Indonesia?
Dampak Terhadap Kepercayaan Publik
Dengan terungkapnya kasus korupsi ini, publik kini semakin skeptis terhadap efektivitas reformasi di lembaga peradilan. Di satu sisi, pemerintah berupaya meningkatkan kesejahteraan hakim dengan kenaikan gaji, di sisi lain, kejadian suap yang melibatkan para hakim justru mengikis kepercayaan masyarakat.
Baca Juga
Ini menunjukkan bahwa, meskipun ada usaha untuk memperbaiki kondisi hakim, korupsi yang mengakar dalam sistem peradilan tetap menjadi tantangan serius.
Kejaksaan Agung berjanji untuk mengusut tuntas kasus ini dan berharap bisa menjadi titik balik bagi reformasi di institusi peradilan. Dalam konferensi pers yang akan digelar, pihak Kejagung diharapkan memberikan rincian lebih lanjut mengenai latar belakang penangkapan ZR dan implikasi hukum yang mungkin timbul.
Arah Baru bagi MA dan Sistem Peradilan
Kasus ini menjadi perhatian serius tidak hanya bagi institusi MA, tetapi juga bagi seluruh sistem peradilan di Indonesia. Bagaimana ke depan, MA dan pemerintah harus bersinergi dalam meningkatkan integritas lembaga hukum, sembari memastikan bahwa gaji yang lebih baik bagi hakim tidak menjadi pemicu korupsi baru.
Tindakan tegas terhadap praktik korupsi di kalangan hakim dan pejabat peradilan lainnya, serta komitmen untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas, menjadi kunci untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Dengan harapan, semoga penangkapan ini bukan hanya sekadar langkah temporer, tetapi langkah awal menuju perbaikan yang lebih mendalam dalam reformasi peradilan di Indonesia. (*)